TEORI
BELAJAR DAN TEORI PEMBELAJARAN
Oleh
Gede
Putra Adnyana
Teori adalah sejumlah proposisi
yang terintegrasi secara sintaktik dan yang digunakan untuk memprediksi dan
menjelaskan peristiwa-peristiwa yang diamati (Snelbecker, 1974 dalam Dahar,
1988: 5). Proposisi yang terintegrasi secara sintaktik, artinya, kumpulan
proposisi ini mengikuti aturan-aturan tertentu yang dapat menghubungkan secara
logis proposisi yang satu dengan proposisi lainnya dan juga pada data yang
diamati. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, proposisi berarti rancangan usulan
(Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, 2002: 899). Dengan demikian proposisi dalam
kaitannya dengan teori, berarti rancangan gagasan untuk memprediksi dan
mejelaskan fenomena-fenomena. Salah satu fenomena itu adalah belajar dan
pembelajaran yang terjadi dalam dunia pendidikan.
Belajar dapat diartikan sebagai
proses perubahan perilaku, akibat interaksi individu dengan lingkungan.
Individu dapat dikatakan telah mengalami proses belajar, meskipun pada dirinya
hanya ada perubahan dalam kecendrungan perilaku (De Cecco & Crawford, 1977
dalam Ali, 2000: 14). Perubahan perilaku tersebut mencakup pengetahuan,
pemahaman, keterampilan, sikap, dan sebagainya yang dapat maupun tidak dapat
diamati . Perilaku yang dapat diamati disebut penampilan (behavioral performance) sedangkan yang tidak dapat diamati disebut
kecendrungan perilaku (behavioral
tendency). Penampilan yang dimaksud dapat berupa kemampuan menjelaskan,
menyebutkan, dan melakukan sesuatu perbuatan. Terdapat perbedaan yang mendasar
antara perilaku hasil belajar dengan yang terjadi secara kebetulan. Seseorang
yang secara kebetulan dapat melakukan sesuatu, tidak dapat mengulangi perbuatan
itu dengan hasil yang sama. Sedangkan seseorang dapat melakukan sesuatu karena
hasil belajar dapat melakukkannya secara berulang-ulang dengan hasil yang sama.
Gagne (1977) seperti yang dikutip Miarso (2004), berpendapat bahwa belajar
merupakan seperangkat proses yang bersifat internal bagi setiap pribadi (hasil)
yang merupakan hasil transformasi rangsangan yang berasal dari peristiwa
eksternal dilingkungan pribadi yang bersangkutan (kondisi). Agar kondisi
eksternal itu lebih bermakna sebaiknya diorganisasikan dalam urutan peristiwa
pembelajaran (metode atau perlakuan).
Proses belajar dalam konteks
pendidikan formal, merupakan proses yang dialami secara langsung dan aktif oleh
pebelajar pada saat mengikuti suatu kegiatan belajar mengajar yang direncanakan
atau disajikan di sekolah, baik yang terjadi di kelas maupun di luar kelas
(Soedijarto, 1993: 94). Proses belajar yang berkulitas dan relevan tidak dapat
terjadi dengan sendirinya, melainkan perlu direncanakan. Belajar merupakan
kegiatan aktif pebelajar dalam membangun makna atau pemahaman, sehingga
diperlukan dorongan kepada pebelajar dalam membangun gagasan (Depdiknas, 2002).
Oleh karena itu diperlukan penciptaan lingkungan yang mendorong prakarsa,
motivasi, dan tanggung jawab pebelajar untuk belajar sepanjang hayat.
Pembelajaran yang melibatkan seluruh indera akan lebih bermakna dibandingkan dengan
satu indera saja. (Dryden, G. dan Jeannette V., 2002: 195). Hal ini akan
memunculkan kreativitas untuk menyelesaikan masalah dengan cara-cara baru dan
tidak terpaku pada satu cara saja.
Proses belajar mengajar adalah
fenomena yang kompleks, dimana melibatkan setiap kata, pikiran, tindakan, dan
juga asosiasi. Lozanov (1978), mengatakan bahwa sampai sejauh mana seorang guru
mampu mengubah lingkungan, presentasi, dan rancangan pengajarannya, maka sejauh
itu pula proses belajar mengajar itu berlangsung (DePorter, B., 2002: 3). Ini
berarti, dalam pembelajaran diharapkan dapat mengarahkan perhatian pebelajar ke
dalam nuansa proses belajar seumur hidup dan tak terlupakan. Hal ini, sesuai
dengan empat pilar pendidikan seumur hidup, seperti yang ditetapkan UNESCO,
yaitu 1) to learn to know (belajar
untuk berpengetahuan), 2) to learn to do (belajar
untuk berbuat), 3) to learn to live
together (belajar untuk dapat hidup bersama), dan 4) to learn to be (belajar untuk jati diri) (Sadia, 2006). Untuk itu
diperlukan membangun ikatan emosianal dengan pebelajar, yaitu dengan
menciptakan kesenangan dalam belajar, menjalin hubungan, dan menyingkirkan
ancaman. Hal ini merupakan faktor yang perlu diperhatikan untuk mewujudkan
proses pembelajaran yang baik. Studi-studi menunjukkan bahwa pebelajar lebih
banyak belajar jika pelajarannya memuaskan, menantang, dan ramah. Dengan
kondisi seperti itu, siswa lebih sering ikut serta dalam kegiatan sukarela yang
berhubungan dengan bahan pelajaran (Walberg, 1997 dalam DePorter, B., 2002: 23).
Oleh karena itu, diperlukan pemahaman yang lebih mendalam terhadap fenomena
belajar dan pembelajaran, sehingga dalam implementasinya dapat lebih efektif
dan efesien.
Ada perbedaan yang prinsip
antara teori belajar dengan teori pembelajaran. Teori belajar adalah
deskriptif, karena tujuan utamanya memeriksa proses belajar. Sedangkan teori
pembelajaran adalah preskriptif, karena tujuan utamanya menetapkan metode
pembelajaran yang optimal (Bruner dalam Degeng, 1989 dalam Budiningsih, 2005:
11). Teori belajar lebih fokus kepada bagaimana peserta didik belajar, sehingga
berhubungan dengan variabel-variabel yang menentukan hasil belajar. Dalam teori
belajar, kondisi dan metode pembelajaran merupakan variabel bebas dan hasil
pembelajaran sebagai variabel tergantung. Dengan demikian, dalam pengembangan
teori belajar, variabel yang diamati adalah hasil belajar sebagai efek dari
interaksi antara metode dan kondisi. Hubungan antara variabel-variebel
pembelajaran pada teori belajar, disajikan pada diagram berikut:
Kondisi
Pembelajaran
|
Metode
Pembelajaran
|
Hasil
Pembelajaran
|
Dalam pengembangan teori
belajar, hasil yang diamati adalah hasil pembelajaran nyata (actual outcomes) dalam pengertian
probabilistik, yaitu hasil pembelajaran yang mungkin muncul, dan bisa jadi
bukan merupakan hasil pembelajaran yang dinginkan. Oleh karena teori belajar
adalah deskriptif, maka menggunakan struktur logis “Jika …., maka …..” (Landa
dalam Degeng, 1990 dalam Budiningsih, 2005: 13). Sebagai contoh, ”Jika materi
pelajaran (ini suatu kondisi)
diorganisasi dengan menggunakan model elaborasi (ini suatu metode) maka perolehan belajar dan retensi (ini suatu hasil) akan meningkat”.
Dalam proposisi teori belajar tersebut,
model pengorganisasian pembelajaran (model elaborasi) ditetapkan sebagai
perlakuan, di bawah kondisi karakteristik isi pelajaran, untuk memerikan
perubahan unjuk kerja (actual outcomes),
berupa peningkatan perolehan belajar dan retensi. Dengan demikian teori belajar
menyatakan bahwa, apa yang terjadi secara psikologis bila suatu tindakan
belajar dilakukan oleh seseorang.
Pada teori pembelajaran, fokus
diarahkan kepada bagaimana seseorang mempengaruhi orang lain agar terjadi
proses belajar. Oleh karena itu teori pembelajaran berhubungan dengan upaya
mengontrol variable-variabel yang dispesifikasi dalam teori belajar agar dapat
mudah belajar. Dalam hal ini, kondisi dan hasil pembelajaran ditempatkan
sebagai givens, dan metode yang
optimal ditetapkan sebagai variabel yang diamati. Jadi, kondisi dan hasil
pembelajaran sebagai variabel bebas, sedangkan metode pembelajaran sebagai
variabel tergantung.
Teori pembelajaran adalah goal oriented, artinya, teori
pembelajaran dimaksudkan untuk mencapai tujuan (Reigeluth, 1983; Degeng, 1990
dalam Budiningsih, 2005: 12). Oleh karena itu, variabel yang diamati dalam
teori pembelajaran adalah metode yang optimal untuk mencapai tujuan. Hubungan
antara variable-variabel tersebut, disajikan pada bagan berikut:
Kondisi
Pembelajaran
|
Hasil
Pembelajaran
|
Metode
Pembelajaran
|
Hasil pembelajaran yang diamati
dalam pengembangan teori pembelajaran adalah hasil pembelajaran yang diinginkan
(desired outcomes) yang telah
ditetapkan lebih dulu. Dengan demikian teori pembelajaran berisi seperangkap
preskriptif guna mengoptimalkan hasil pembelajaran yang diinginkan di bawah
kondisi tertentu. Adapun proposisi yang digunakan dalam teori pembelajaran
adalah “Agar …., lakukan ini” (Landa dalam Degeng, 1990 dalam Budiningsih,
2005:13). Sebagai contoh, “Agar perolehan belajar dan retensi (suatu hasil) meningkat, organisasilah
materi pelajaran (suatu kondisi)
dengan menggunakan model elaborasi (suatu
metode). Dalam proposisi teori pembelajaran, peningkatan perolehan belajar
dan retensi ditetapkan sebagai hasil pembelajaran yang diinginkan, dan model
elaborasi yang merupakan salah satu model untuk mengorganisasi materi
pelajaran, dijadikan metode yang optimal untuk mencapai hasil pembelajaran yang
diinginkan. Dalam teori pembelajaran harus terdapat variabel metode
pembelajaran. Oleh karena itu teori pembelajaran mengungkapkan hubungan antara
kegiatan pembelajaran dengan proses psikologis dalam diri peserta didik. Jadi,
dalam teori pembelajaran, terdapat preskripsi tindakan belajar yang harus
dilakukan agar proses psikologis dapat terjadi.
Teori belajar dikelompokkan
menjadi dua kelompok besar, yaitu teori sebelum abad ke-20 dan teori belajar
abad ke-20. Yang termasuk teori belajar sebelum abad ke-20, yaitu teori
disiplin mental, teori pengembangan alamiah, dan teori apersepsi. Teori belajar
sebelum abad ke-20 dikembangkan berdasarkan pemikiran filosofis atau
spekulatif, tanpa dilandasi eksperimen. Sedangkan teori belajar abad ke-20,
dibagi menjadi dua macam, yaitu teori belajar perilaku (behavioristik) dan teori belajar Gestalt-field. Teori belajar perilaku (behavioristik), berlandaskan kepada stimulus-respons sedangkan
teori belajar Gestalt-field,
berlandaskan kepada segi kognitif (Ali, 2000: 20). Beberapa teori belajar
perilaku (behavioristik), diantaranya
Teori Classical Conditioning oleh
Ivan Pavlov dan didukung oleh John B Watson, Teori Law Of Effect oleh Edward Lee Thorndike dengan pendukungnya Clark
Hull, serta Teori Operant Conditioning
oleh Skiner (Dahar, 1989: 39). Sedangkan teori belajar Gestalt-field (teori belajar kognitif), meliputi teori belajar
bermakna oleh Ausubel, teori belajar pemahaman konsep oleh Jerome Bruner, teori
Webteaching oleh Norman, teori
Hirarki belajar oleh Gagne, dan teori perkembangan oleh Piaget. Teori Piaget
biasa juga disebut teori perkembangan intelektual atau teori perkembangan
kognitif. Teori belajar Piaget berkenaan dengan kesiapan anak untuk
belajar, yang dikemas dalam tahap perkembangan intelektual dari lahir hingga
dewasa. Setiap tahap perkembangan intelektual yang dimaksud dilengkapi
dengan ciri-ciri tertentu dalam mengkonstruksi ilmu pengetahuan. Hal ini
menyebabkan teori Piaget sangat berkaitan dengan teori belajar konstruktivistik
(Ruseffendi, 1988 dalam Hamzah, 2001).
Pernyataan ini didukung oleh Sadia (2006), yang mengemukakan bahwa pandangan
konstruktivisme berakar pada teori struktur genetik Piaget. Berdasarkan teori
perkembangan kognitif yang dikembangkannya, Piaget juga dikenal sebagai
konstruktivis pertama.
Referensi
Ali, H.M.
2000. Guru Dalam Proses Belajar Mengajar. Cetakan ke-10. Bandung: PT
Sinar Baru Algensindo
Budiningsih,
C.A. 2005. Belajar Dan Pembelajaran.
Cet. Ke-1. Jakarta: PT Rineka Cipta
Dahar,
R.W. 1988. Teori-Teori Belajar. Jakarta: P2LPTK
Depdiknas.
2002. Kurikulum Berbasis Kompetensi. Jakarta: Puskur, Balitbang
Depdiknas
DePorter,
B. 2002. Quantum Teaching: Mempraktikkan Quantum Learning di Ruang Ruang
Kelas. Penerjemah, Ary Nilandari. Edisi 1. Cetakan ke-10. Bandung: Kaifa
Dryden, G.
dan Jeannette V. 2002. Revolusi Cara Belajar (The Learning Revolution):
Belajar Akan Efektif Kalau Anda Dalam Keadaan “Fun” Bagian I: Keajaiban Pikiran.
Penerjemah: Ahmad Baiquni. Bandung: Kaifa
Miarso, Y.
2004. Menyemai Benih Teknologi
Pendidikan. Edisi Ke-1. Cet. 1. Jakarta: Kencana
Sadia, I
W. 2006. Landasan Konseptual Pengelolaan
Kegiatan Belajar Mengajar. Materi Perkuliahan Landasan Pembelajaran. PPS Undiksha
Singaraja
Sadia, I
W. 2006. Model Pembelajaran
Konstruktivistik (Suatu Model Pembelajaran Berdasarkan Paradigma
Konstruktivisme). Materi Perkuliahan Landasan Pembelajaran. PPS Undiksha
Singaraja
Soedijarto.
1993. Menuju Pendidikan Nasional Yang Relevan dan Bermutu. Cetakan ke-4.
Jakarta: Balai Pustaka
Tim
Penyusun Kamus Pusat Bahasa. 2002. Kamus
Besar Bahasa Indonesia. Edisi Ketiga. Cetakan kedua. Jakarta: Balai Pustaka
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Komentar Pembaca adalah Kebahagiaan Penulis