Tidak
banyak tulisan guru di media masa, baik cetak maupun elektronik. Berbagai
alasan mengemuka, seperti kesibukan dalam mempersiapkan administrasi,
melaksanakan proses pembelajaran, dan menyesuaikan diri dengan dinamika
perubahan kurikulum. Pemberlakuan kurikulum 2013 pada Juli 2013 seakan menjadi
pembenar alasan itu. Bahkan ada pernyataan bahwa menulis tidak banyak
bermanfaat pada peningkatan kesejahteraan guru. Apa pun alasannya, harus diakui
kuantitas dan kualitas tulisan para guru perlu ditingkatkan.
Pada
hakikatnya, menulis dan tulisan adalah salah satu teknik belajar untuk
menyampaikan, mengkritisi, dan memublikasikan gagasan. Melalui tulisan, guru
dapat mencermati permasalahan, baik di lingkungan sekolah maupun masyarakat
sekaligus memberikan solusi. Pendek kata, melalui tulisan guru dapat berperan
aktif menata kehidupan berbangsa dan bernegara dalam bingkai mencerdaskan
kehidupan bangsa. Begitu hebat dan strategisnya peran tulisan, maka tidak ada
alasan bagi para guru untuk menghindar dari kegiatan menulis.
Sudahkah
menulis menjadi kebiasaan di kalangan guru? Fakta di lapangan menunjukkan
bahwa, metode ceramah masih mendominasi pembelajaran di kelas dan bersifat
teacher center. Akibatnya, guru merasa telah mengajar dengan maksimal
tetapi siswanya tidak belajar. Sebagian guru dalam melaksanakan pembelajaran
cenderung bersifat verbalism. Artinya, aktivitas tulis menulis tidak berkembang
dan dikembangkan dalam pembelajaran di kelas. Di pihak lain, ada ungkapan yang
menyatakan “tulislah apa yang anda lakukan dan lakukanlah apa yang anda tulis”
belum mendarah daging di kalangan guru. Ungkapan tersebut hanya ramai pada
tataran wacana, tetapi miskin implementasi.
Ada
dugaan bahwa banyak guru dalam mempersiapkan adminsitrasi pembelajaran, seperti
analisis tujuan mata pelajaran, analisis standar kompetensi dan kompetensi
dasar, menyusun silabus dan rencana pelaksanaan pembelajaran, cenderung
menggunakan model yang sudah ada. Bahkan, disinyalir sebagian lagi melakukan
“copy paste”. Kondisi ini tidak kondusif pada upaya penumbuhkembangan kemampuan
menulis dan mengungkapkan gagasan di kalangan guru.
Di
masa lalu, tuntutan agar guru menulis tidak mendesak. Namun, saat ini kemampuan
menulis merupakan salah satu indikator profesionalitas guru. Pemberlakuan
Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi
nomor 16 tahun 2009 tentang Jabatan Fungsional Guru dan Angka Kreditnya, pada
Januari 2013 menjadi pembenar dan sekaligus payung hukum terhadap kewajiban
guru menulis. Pasal 11 Permen tersebut mengamanatkan agar guru melakukan
pengembangan keprofesian berkelanjutan, meliputi pengembangan diri, publikasi
ilmiah, dan karya inovatif. Semua aspek pengembangan keprofesian berkelanjutan
itu menyiratkan adanya kewajiban guru untuk menulis. Bahkan publikasi ilmiah
merupakan unsur wajib bagi guru yang hendak naik pangkat dan golongan dari
III/b ke atas. Oleh karena itu, sangat relevan bagi guru untuk mulai belajar
dan meningkatkan keterampilan menulisnya.
Keterampilan
menulis berkorelasi postif dengan kemampuan berpikir dalam memecahkan
permasalahan yang aktual dan kontekstual. Melalui tulisan, profesionalitas guru
diuji. Peringatan Hari Guru Nasional (HGN) tahun 2012 dengan tema “Memacu
Profesionalisasi Guru melalui Peningkatan Kompetensi dan Penegakkan Kode Etik”
merupakan momentum guru menulis. Guru adalah agen perubahan dan pembaharuan
demi kualitas pendidikan. Hal ini diakui oleh Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan, Muhammad Nuh dalam sambutannya pada HGN tahun 2012, yang menyatakan
bahwa dengan peningkatan kesejahteraan, guru sudah mampu meningkatkan kualitas
pendidikan di Indonesia. Walaupun masih ada unsur yang perlu dikembangkan untuk
mengoptimalkan peran guru. Salah satu unsur tersebut adalah kemampuan guru
mengungkapkan dan mengkritisi gagasan melalui tulisan. Dengan demikian,
menulis di kalangan guru memiliki manfaat besar. Melalui kegiatan menulis, di
satu pihak guru dapat memberikan gagasan perubahan demi kebaikan dan di pihak
lain guru menunjukkan profesionalitasnya.
Dengan
demikian, pemegang kebijakan dalam bidang pendidikan mulai dari pemerintah
pusat, daerah, dan sekolah harus memberikan dukungan keberpihakan kepada guru
untuk menulis. Ada beberapa upaya yang dapat dilakukan untuk menumbuhkembangkan
kebiasaan dan kemampuan menulis di kalangan guru. Pertama, menertibkan
administrasi guru dalam bentuk dokumen tertulis. Apa yang direncanakan dan akan
dilaksanakan agar ditulis dengan sistematis. Jangan lagi ada duplikasi atau
copy paste. Guru harus mulai menuangkan gagasannya dan berkreativitas dalam
merencanakan dan melaksanakan pembelajaran melalui tulisan yang diwujudkan
dengana rencana pelaksanaan pembelajaran. Di samping untuk melatih kemampuan
menulis, hal ini juga penting untuk mempermudah melakukan penilaian kinerja
guru dan perbaikannya.
Kedua,
menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan (diklat) kepenulisan. Karena, memulai
kegiatan menulis tidaklah mudah, sehingga perlu teknik dan motivasi untuk
melakukannya. Selama ini, sangat jarang dilakukan diklat kepenulisan sehingga
menulis nyaris menjadi momok bagi sebagian besar guru. Kegiatan diklat ini
dapat dilakukan di dalam atau di luar sekolah dengan menghadirkan nara sumber
dari kalangan akademisi maupun praktisi.
Ketiga,
meningkatkan kuantitas dan kualitas lomba penulisan. Baik lomba penulisan fiksa
maupun non fiksi. Lomba penulisan merupakan salah satu ajang untuk mengukur
kualitas dan kreativitas tulisan. Peningkatan frekuensi lomba penulisan
diyakini meningkatkan gairah menulis di kalangan guru sekaligus sebagai
refleksi untuk mengukur kemampuan menulisnya. Oleh karena itu seluruh
stakeholders pendidikan dapat memberikan sumbangsihnya melalui penyelenggaraan
lomba penulisan.
Keempat,
memublikasikan tulisan guru dalam majalah, tabloid, dan jurnal, baik yang
diterbitkan sekolah maupun pihak-pihak terkait. Publikasi tulisan di satu pihak
mengangkat harkat, martabat, dan profesionalitas guru dan di pihak lain dapat
menjadi jalur penyampaian aspirasi perubahan terhadap peningkatan kualitas
pendidikan. Melalui publikasi ini, kualitas tulisan guru dapat dinilai
sekaligus didiskusikan keunggulan dan kelemahannya. Langsung atau tidak
langsung kondisi ini akan meningkatkan kualitas tulisan guru.
Kelima,
memberikan dukungan anggaran untuk kegiatan tulis menulis. Sekolah, pemerintah,
swasta, bahkan masyarakat hendaknya mulai berpihak pada kegiatan tulis menulis.
Jika dukungan ini dimaksimalkan maka gairah menulis diyakini akan meningkat.
Semua itu untuk kepentingan kualitas pendidikan dan masa depan generasi bangsa.
Peningkatan
kemampuan guru menulis, diyakini meningkatkan keterampilan berpikir kritis.
Berpikir untuk mencermati fenomena yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari,
kemudian mengintegrasikannya dalam proses pembelajaran. Kemampuan ini
dipastikan akan ditransformasikan kepada siswa baik langsung maupun tidak
langsung. Akibatnya, kemampuan siswa dalam mengidentifikasi, menganalisis, dan
memecahkan masalah baik di sekolah maupun di masyarakat dapat
ditumbuhkembangkan. Muara dari semua ini adalah lahirnya generasi cerdas dalam
membangun tatanan kehidupan berbangsa dan bernegara demi mewujudkan
kesejahteraan.
Sumber:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Komentar Pembaca adalah Kebahagiaan Penulis