Kecemasan Belajar dalam
Merdeka
Oleh
Gede Putra Adnyana
SMAN 1 Banjar, Buleleng, Bali
Krisis pembelajaran sangat nyata terjadi selama dan
pasca pandemi Covid-19. Krisis ini berdampak kepada penurunan kualitas
pendidikan di Indonesia. Berbagai studi menemukan bahwa telah terjadi
ketertinggalan pembelajaran (learning loss) pada peserta didik.
Ketertinggalan pembelajaran dimaksud berwujud sebagai kehilangan kompetensi dan
tidak tuntasnya pembelajaran di setiap jenjang pendidikan. Kondisi ini
menyebabkan penurunan kemampuan, ketidaktercapaian pembelajaran, semakin lebarnya
ketimpangan pengetahuan, perkembangan emosi dan kesehatan psikologis yang
terganggu, dan kerentanan putus sekolah di kalangan peserta didik. Patut diduga
bahwa dampak Covid-19 dalam dunia pendidikan, saat ini belum sepenuhnya
berakhir. Oleh karena itu, diperlukan upaya kuat untuk melibatkan peserta didik
secara optimal dalam proses pembelajaran. Pelibatan peserta didik, orang tua, dan
masyarakat perlu dilakukan dalam kerangka mengontekstualisasikan kerangka dasar
dan struktur kurikulum untuk mewujudkan pembelajaran yang berkualitas.
Pembelajaran berkualitas pada hakikatnya adalah pembelajaran yang berpihak kepada peserta didik. Beberapa ciri pembelajaran berkualitas, diantaranya interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, dan memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, kemandirian sesuai bakat, minat dan perkembangan fisik, serta psikologis peserta didik. Dalam konteks inilah, guru hendaknya dapat mengakomodasi ciri-ciri dimaksud untuk mewujudkan pembelajaran yang berpihak kepada peserta didik. Oleh karena itu, untuk mewujudkan keberpihakan kepada peserta didik, guru perlu mengembangkan karakter demokratis, bahan ajar yang kontekstual, menekankan keterampilan berpikir kritis, dan menghadirkan suasana belajar yang menyenangkan.
Fakta di lapangan menunjukkan bahwa pembelajaran
berkualitas dan berpihak kepada peserta didik belum optimal diterapkan dalam
pembelajaran. Banyak ditemukan fakta, peserta didik cenderung tidak
berpartisipasi aktif dan proaktif dalam pembelajaran. Masih sangat sedikit
peserta didik yang berani bertanya dan menjawab pertanyaan. Bahkan, beberapa
peserta didik menunjukkan motivasi dan minat berlajar rendah yang dapat dilihat
dari rendahnya kehadiran di kelas. Terdapat indikasi bahwa peserta didik tidak
senang dan bahagia serta ada rasa tegang dan khawatir dalam belajar. Kondisi
ini dapat dijadikan indikator bahwa ada kesulitan dan kecemasan peserta didik
dalam belajar. Dalam konteks inilah Universitas Negeri Yogyakarta (
![]() |
Gejala kecemasan belajar dapat ditinjau dari aspek
fisik, kognitif, dan perilaku. Ditinjau dari gejala fisik, peserta didik yang
mengalami kecemasan belajar menunjukkan perasaan tegang, gelisah, gugup, rasa
tidak aman, takut, cepat terkejut, jantung berdebar, dan berkeringat dingin.
Ditinjau dari gejala kognitif, peserta didik yang mengalami kecemasan belajar
menunjukkan perasaan pesimis dan khawatir. Sedangkan ditinjau dari gejala
perilaku, peserta didik yang mengalami kecemasan belajar menujukkan sikap berdiam
diri. Oleh karena itu, kecemasan belajar pada peserta didik berdampak sangat
signifikan terhadap kualitas pembelajaran. Jika terjadi kecemasan belajar, guru
menjadi relatif sulit dalam mengelola pembelajaran yang berakibat kepada
rendahnya hasil belajar peserta didik.
Dalam konteks
ini, guru perlu melakukan langkah-langkah atau aksi nyata untuk mengantasipasi kecemasan
belajar pada peserta didik. Langkah awal yang dapat dilakukan guru adalah
berupaya untuk meningkatkan keterlibatan dan interaksi peserta didik dalam
pembelajaran. Agar kondisi ini dapat diwujudnyatakan, guru diharapkan mampu
menghadirkan pembelajaran yang menyenangkan, menginspirasi, dan menantang
sehingga mampu meningkatkan minat dan motivasi peserta didik untuk belajar. Guru
juga diharapkan mampu menyediakan ruang yang lebih luas bagi peserta didik
untuk mengembangkan prakarsa, kreativitas, kemandirian, minat, bakat, dan
kemampuan sesuai dengan kodratnya. Oleh karena itu, guru perlu melakukan
strategi pengelolaan pembelajaran yang efektif, efisien, kreatif dan variatif
dengan mengakomodasi kebutuhan belajar dan diferensiasi peserta didik untuk mengurangi
dan menghilangkan kecemasan belajar.
Salah satu upaya mengurangi dan/atau menghilangkan kecemasan
belajar pada peserta didik adalah melalui pembelajaran dengan MERDEKA. Kata
Merdeka adalah alur pembelajaran yang merupakan akronim dari Mulai dari
diri, Eksplorasi konsep, Ruang kolaborasi, Demonstrasi
kontekstual, Elaborasi pemahaman, Koneksi antarmateri, dan Aksi
nyata. Ketujuh alur MERDEKA tersebut diadaptasi dari program Pendidikan Guru
Penggerak (PGP) yang merupakan salah satu program Kemendikbudristek. Melalui
penerapan alur MERDEKA, diharapkan dapat memberikan kemerdekaan belajar kepada peserta
didik secara terkontrol dan terbimbing sehingga mengurangi atau menghilangkan
kecemasan belajarnya. Implementasi alur MERDEKA diyakini dapat meningkatkan keterlibatan
peserta didik dalam pembelajaran, ada perasaan senang dan bahagia dalam
belajar, serta menumbuhkembangkan minat, bakat, dan kemampuan yang bermuara
pada peningkatan proses dan hasil belajar peserta didik.
Mengurangi Kecemasan Belajar dengan Merdeka
Pada hakikatnya, kecemasan belajar peserta didik
terjadi karena adanya tekanan dan ketidakmampuan menghadapi masalah. Oleh
karena itu, untuk mengurangi atau menghilangkan kecemasan dimaksud, perlu
menghadirkan suasana pembelajaran yang melibatkan peserta didik secara optimal,
menghadirkan perasaan senang dan bahagia dalam belajar, serta menumbuh-kembangkan
minat, bakat, dan kemampuannya. Salah satu aksi nyata yang dapat dilakukan guru
adalah melalui pembelajaran dengan alur MERDEKA.
Pada alur mulai dari diri, peserta didik dilibatkan
dalam mengungkapkan pengetahuan awal atau melakukan refleksi awal sebelum
pembelajaran dimulai. Refleksi awal dimaksudkan untuk menguatkan kesadaran
peserta didik tentang posisi pengetahuan, sikap, dan keterampilan dari materi
pembelajaran yang dikaji. Peserta didik diharapkan menyadari situasi dan
kondisi kesiapan, minat, dan gaya belajarnya. Melalui alur mulai dari diri, ada
kesadaran yang muncul dari dalam diri peserta didik untuk berupaya mencapai
hasil belajar terbaik. Kesadaran ini diyakini dapat mengurangi kecemasan
belajar dan meningkatkan tanggung jawab peserta didik dalam belajar. Hasil
refleksi awal pada alur mulai dari diri adalah aset penting untuk melangkah
pada alur eksplorasi konsep.
Alur eksplorasi konsep merupakan aktivitas yang
menuntun peserta didik mempelajari atau mengeksplorasi bahan ajar. Dalam
konteks ini, guru memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk belajar dari
berbagai sumber. Seperti, internet, buku teks, artikel, video, dan bahan ajar
yang dibagikan guru. Melalui kebebasan belajar dari berbagai sumber, diharapkan
peserta didik dapat belajar sesuai dengan kebutuhannya sehingga memunculkan
rasa senang dalam belajar. Kondisi ini, langsung atau tidak langsung dapat
mengurangi tingkat kecemasan belajar di kalangan peserta didik. Alur eksplorasi
konsep adalah bagian yang sangat penting dari proses pembelajaran. Oleh karena
itu, guru diharapkan dapat menerapakan pendekatan, model, dan metode yang
variatif, kreatif dan inovatif dalam pembelajaran. Kondisi ini, diyakini dapat
memacu dan memicu keterlibatan dan rasa senang peserta didik dalam pembelajaran
yang potensial mengurangi atau menghilangkan kecemasan belajarnya.
Selanjutnya, pada alur ruang kolaborasi, peserta didik
berdiskusi dalam kelompok dan antarkelompok untuk menguatkan konsep yang telah
dieksplorasi. Oleh karena itu dalam alur ruang kolaborasi, guru dapat
memfasilitasi dengan membagikan lembar kerja peserta didik (LKPD), penugasan
atau memberikan pertanyaan pemantik. Peserta didik dituntun agar berupaya
memecahkan permasalahan melalui diskusi yang intensif dan mencari informasi atau menemukan jawaban dari
berbagai sumber. Peserta didik diberikan kebebasan menemukan jawaban atas
permasalahan yang dikaji dari bahan ajar yang dibagikan guru, bahan presentasi,
video, atau googling di internet. Hasil diskusi tersebut,
dipresentasikan untuk mendapatkan umpan balik dari peserta didik lain. Melalui
aktivitas komunikasi antarpeserta didik dan antarkelompok diharapkan pembelajaran
menjadi lebih berpihak kepada peserta didik sehingga mengurangi kecemasan
belajarnya. Guru memfasilitasi aktivitas presentasi, pemberian tanggapan,
pertanyaan, saran, atau umpan balik agar dapat berjalan sesuai tujuan yang
diharapkan. Dalam konteks ini, guru menuntun peserta didik berkolaborasi dengan
baik dan menguatkan relasi saling kebergantungan positif. Kondisi ini diyakini
dapat meminimalisir kecemasan belajar peserta didik. Hasil belajar pada alur
ruang kolaborasi, selanjutnya dijadikan landasan aktivitas pembelajaran pada
alur demonstrasi kontekstual.
Alur demonstrasi kontekstual merupakan aktivitas
pembelajaran yang memberikan ruang lebih luas kepada peserta didik untuk
menguatkan pemahamannya. Dalam konteks ini, peserta didik dituntun
menyelesaikan permasalahan dan menerapkan pemahamannya dalam situasi berbeda.
Situasi dimaksud dapat terjadi di lingkungan sekolah atau di lingkungan
masyarakat. Pengalaman belajar yang berbeda dapat menumbuhkembangkan minat,
motivasi, dan rasa senang dalam belajar. Kondisi ini, sangat potensial dalam
mengurangi dan menghilangkan kecemasan belajar di kalangan peserta didik. Pembelajaran
pada alur demonstrasi kontekstual memberikan pengalaman belajar berbeda kepada
peserta didik sehingga dapat menguatkan rasa percaya diri. Penguatan rasa
percaya diri di kalangan peserta didik diyakini dapat meminimalisir kecemasan
belajarnya. Pengalaman belajar pada alur demonstrasi kontekstual, dapat menguatkan
kesiapan belajar peserta didik pada alur elaborasi pemahaman.
Elaborasi pemahaman merupakan alur yang memberikan
ruang kepada peserta didik dan guru untuk melakukan evaluasi, refleksi, penguatan
pemahaman konsep, dan merumuskan rencana perbaikan. Dalam hal ini guru dapat menyampaikan
hasil belajar peserta didik selama proses pembelajaran dan memberikan
penguatan. Guru melakukan identifikasi dan upaya perbaikan miskonsepsi yang
dialami peserta didik. Oleh karena itu, guru perlu menguatkan pemahaman peserta
didik melalui diskusi tanya jawab dengan memberikan pertanyaan pemantik atau
permasalahan yang bersifat kontekstual. Dalam alur elaborasi pemahaman, antarpeserta
didik diberikan kesempatan luas dan difasilitasi oleh guru untuk saling bertanya
dan menjawab. Jika terjadi miskonsepsi, guru memberikan arahan dan penjelasan
dalam konteks perbaikan pemahaman konsep. Kondisi ini meniscayakan peserta
didik terlibat dengan aktif dan proaktif dalam pembelajaran. Akibatnya,
kecemasan belajar di kalangan peserta didik dapat dikurangi atau dihilangkan.
Aktivitas peserta didik pada alur koneksi antarmateri adalah
belajar merumuskan atau mendeskripsikan hubungan antarkonsep yang sudah
dipelajari. Peserta didik dituntun membuat diagram atau grafik atau tabel yang
menunjukkan adanya hubungan antara satu konsep dengan kensep lainnya. Peserta
didik diberikan kebebasan untuk memilih tugas koneksi antarmateri sesuai dengan
minat, bakat dan kemampuannya. Dalam hal ini, guru memberikan lebih banyak
pilihan kepada peserta didik dalam membuat tugas koneksi antarmateri, seperti dalam
bentuk poster, video, esai, dan bahan presentasi atau salindia. Melalui
berbagai pilihan tersebut diharapkan peserta didik dapat belajar sesuai dengan
minat, bakat, rasa senang dan tanpa beban sehingga mengurangi kecemasan belajarnya.
Semua hasil belajar yang di mulai dari diri sampai dengan koneksi antarmateri
merupakan modal untuk melakukan aksi nyata.
Aksi nyata merupakan alur pembelajaran yang meniscayakan peserta didik untuk mengimplementasikan pemahaman konsep yang dipelajari. Oleh karena itu, guru perlu memberikan arahan tentang tahapan dan produk aksi nyata yang relevan dengan materi kajian. Guru diharapkan memberikan banyak pilihan kepada peserta didik untuk melakukan aksi nyata. Peserta didik diberikan pilihan dalam mendokumentasikan aksi nyata yang dilakukan, sepeti berbentuk esai atau deskripsi kegiatan, poster, presentasi atau bahan salindia, video, gambar bercerita, dan produk berupa barang. Dalam konteks ini, peserta didik memiliki ruang kebebasan yang lebih luas dalam mengimplementasikan pemahaman konsepnya sehingga dapat mengakomodasi lebih banyak kebutuhan belajarnya. Peserta didik dapat menyesuaikan aktivitas belajar sesua dengan kesiapan, minat, dan gaya belajarnya. Kondisi ini sangat diyakini dapat membangun kreativitas, inovasi, dan rasa senang peserta didik dalam belajar sehingga dapat mengurangi dan menghilangkan kecemasan belajar di kalangan peserta didik.
Kecemasan belajar adalah perasaan tertekan dalam
belajar dan kekhawatiran terhadap kondisi masa depan. Kondisi kecemasan belajar
yang dialami peserta didik berdampak signifikan terhadap keterlibatan dan rasa
senang belajar bagi peserta didik. Akibatnya, dapat menurunkan kualitas proses
pembelajaran yang berdampak pada rendahnya hasil belajar peserta didik. Oleh
karena itu, mengurangi dan menghilangkan kecemasan belajar di kalangan peserta
didik adalah sebuah keniscayaan untuk meningkatkan kualitas proses dan hasil
belajar. Salah satu upaya yang dapat dilakukan guru adalah mengimplementasikan
alur MERDEKA dalam pembelajaran. Dengan alur MERDEKA, peserta didik diberikan
ruang lebih luas untuk terlibat aktif, menyesuaikan dengan kebutuhan
belajarnya, dan membangun suasana aman, nyaman, dan senang dalam belajar.
Terwujudnya kondisi ini, sangat diyakini dapat mengurangi dan menghilangkan
kecemasan belajar di kalangan peserta didik yang berdampak pada peningkatan
kualitas proses dan hasil belajar. Oleh karena itu, pihak-pihak terkait dalam
pengambilan keputusan bidang pendidikan diharapkan lebih menguatkan
keberpihakan kepada guru dan peserta didik. Meningkatkan kompetensi guru dalam
pengelolaan pembelajaran bermutu adalah keniscayaan untuk Indonesia maju.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Komentar Pembaca adalah Kebahagiaan Penulis