Ada Apa dengan RSBI?

DIBALIK TOPENG RSBI
Oleh: Gede Putra Adnyana
Badan Penelitian dan Pengembangan (Balitbang) Kemdiknas menyatakan dalam dua bulan akan dilakukan perubahan standar rintisan sekolah bertaraf internasional (RSBI). Perubahan tersebut menyangkut substansi, yaitu peraturan perundang-undangan, istilah-istilah konsep, dan sebagainya. Perubahan juga menyangkut kewajiban, sehingga pendidikan dasar tetap tanpa dipungut biaya.
Sesungguhnya, RSBI meliputi beberapa aspek. Pertama, rekrutmen siswa harus didasarkan pada kemampuan akademik siswa. Kedua, aspek finansial, dimana RSBI harus seminimal mungkin mengadakan pungutan. Maksimal bisa memungut sekitar 20 persen dari persentase belanja sekolah. Ketiga, tata pengelolaan yang transparan. Pungutan tersebut hanya boleh diperuntukkan untuk proses belajar-mengajar (Republika.co.id, 3 Juni 2011).
Fakta di lapangan menunjukkan bahwa RSBI telah dipelesetkan menjadi rintisan sekolah bertarif internasional. Hal ini tidak berlebihan, karena hampir semua RSBI memungut biaya lebih besar ketimbang sekolah non RSBI. Bahkan, ada fenomena sengaja pihak sekolah mengajukan diri menjadi RSBI dengan berbagai usaha yang terkesan dipaksakan. Upaya ini dilakukan tiada lain dan tiada bukan agar dapat memungut biaya lebih besar dibalik topeng RSBI. Jika ini dibiarkan maka sekolah mahal mulai merajalela. Akhirnya, RSBI adalah sekolah bagi orang-orang kaya. Kondisi ini tentu sangat bertentangan dengan konsep awal diluncurkannya RSBI.
Jika demikian faktanya, masihkah RSBI relevan dan signifikan dipertahankan?

Artikel Terkait:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Komentar Pembaca adalah Kebahagiaan Penulis