UN sebagai Indikator Kualitas Sekolah

UN INDIKATOR KUALITAS SEKOLAH
Oleh: Gede Putra Adnyana

Ujian Nasional SMP: Bali Raih Nilai Un Smp Tertinggi!
JAKARTA, KOMPAS.com - Provinsi Bali berhasil meraih nilai ujian nasional (UN) tertinggi tingkat SMP/MTs. Nilai rata-rata UN SMP/MTs Provinsi Bali mencapai 8,11. Sebelumnya, di tingkat SMA/sederajat, SMAN 1 Denpasar, Bali, menduduki posisi keenam nasional dengan nilai rata-rata 9.34. Posisi kedua diduduki Sumatera Utara dengan nilai rata UN 8,04 dan ketiga adalah Jawa Timur dengan nilai rata-rata 7,86. Sementara dengan nilai rata-rata 6,71, Provinsi Kalimantan Barat menempati posisi sebagai daerah dengan nilai rata-rata UN terendah. "Karena itu, rata-rata nasional nilai UN SMP/MTs adalah 7,56," kata Menteri Pendidikan Nasional (Mendiknas) Mohammad Nuh kepada wartawan, Rabu (Kompas.com, 1/6/2011), di Jakarta.
Pertanyaan besar yang muncul adalah “Masihkah UN dapat dijadikan sebagai indikator kualitas sekolah?”
Ketua Ikatan Pelajar Muhammadiyah (IPM) Slamet Nur Achmad Effendy kepada Kompas.com, Senin (Kompas.com, 25/4/2011), mengatakan, beberapa sekolah yang secara jelas melakukan kecurangan UN. Beberapa modus operandi yang dilakukan antara lain 1) siswa memakai celana dobel agar leluasa membawa HP dan berfungsi untuk distribusi kunci jawaban dari para guru, 2) beredarnya kunci jawaban yang ternyata benar-benar sesuai dengan soal dalam UN, dan 3) pengaturan pengacakan soal sehingga  siswa mendapatkan paket soal yang sama agar memberikan kemudahan saat mencontek. Kondisi ini menunjukkan bahwa semakin canggih sistem, semakin canggih juga kecurangannya.
Menteri Pendidikan Nasional (Mendiknas) Mohammad Nuh saat meninjau pelaksanaan ujian nasional (UN) tingkat SMP hari pertama, Senin (Kompas.com, 25/4/2011), menyatakan bahwa kasus kecurangan dalam pelaksanaan UN tingkat SMA turun dari tahun ke tahun. Hal ini dapat dibuktikan dengan berkurangnya jumlah pengaduan. Tahun lalu ada 877 laporan yang masuk, tahun ini cuma 87. Artinya, masih ada kekhawatiran akan adanya kecurangan. Kekhawatiran ini menjadi indikasi bahwa pelaksanaan UN masih perlu disempurnakan di tahun yang akan datang. Karena tak ada asap, jika tak ada api. Tak akan ada berita kecurangan jika faktanya tidak ada kecurangan.
Wakil Menteri Pendidikan Nasional Fasli Jalal di Jakarta, Senin (Kompas.com, 25/4/2011), di sela-sela pemantauan UN SMPN mengatakan, ada kepala sekolah yang memerintahkan soal untuk dibuka dan dikerjakan lalu jawabannya diberikan kepada siswa. Ketua Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) M Aman Wirakartakusumah mengatakan, kebocoran terjadi pada pelaksanaan UN Fisika di SMA/MA di mana para siswa mendapatkan kunci jawaban, dan ternyata kunci itu benar. Di samping itu kegiatan contek menyontek banyak terjadi. Ironisnya pengawas, seperti membiarkan fenomena itu terjadi tanpa ada teguran. Ini membuktikan betapa banyaknya tindak kecurangan dengan berbagai mekanisme yang dilakukan dalam pelaksanaan UN, baik SMP maupun SMA.
Menteri Pendidikan Nasional (Mendiknas) Mohammad Nuh mengatakan bahwa menyelenggarakan UN adalah sebuah tugas besar, jika terjadi beberapa kecurangan, saya rasa itu wajar, karena kami bukan malaikat (Kompas.com, 21/4/2011). "Jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya, justru UN ini lebih baik dan kami tetap akan mengenakan sanksi pada setiap pelaku kecurangan," kata Nuh dalam jumpa pers di Gedung Kemdiknas, Jakarta, Kamis (Kompas.com, 21/4/2011). Pernyataan ini cukup dijadikan alasan bahwa UN masih diragukan sebagai salah satu indikator kualitas sekolah, karena susengguhnya fenomena kecurangan UN adalah fenomena gunung es.
Jadi.....
Masihkah UN dijadikan sebagai indikator kualitas sekolah?




Artikel Terkait:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Komentar Pembaca adalah Kebahagiaan Penulis