Kebijakan Pendidikan Berorientasi ''Grassroot''

Artikel ini telah dipublikasikan Media Bali Post pada
Selasa Pon, 20 Pebruari 2007

KEBIJAKAN PENDIDIKAN BERORIENTASI ''GRASSROOT''
Oleh Gede Putra Adnyana

MUNCULNYA kembali penduduk buta aksara di Bali juga dipengaruhi oleh krisis ekonomi yang melanda bangsa Indonesia dan porak porandanya sektor pariwisata Bali. Strategi penyelenggaraan pendidikan haruslah berpihak kepada rakyat jelata (grassroot). Ketika kebijakan berorientasi grassroot, maka guncangan keras krisis ekonomi masih dapat ditahan sehingga penyelenggaraan pendidikan masih mampu berjalan. Untuk itu, harus ada komitmen yang sungguh-sungguh dan kolaborasi yang berkelanjutan dari pengambil kebijakan pendidikan, di tingkat pusat, daerah, maupun di sekolah agar dapat menyelenggarakan pendidikan yang berorientasi grassroot secara efektif dan efisien.

Beberapa strategi dapat dilakukan sebagai solusi antisipasi terhadap munculnya penduduk buta aksara. Pertama, segera merealisasikan anggaran pendidikan minimal sebesar 20% dari APBN dan APBD sesuai dengan amanat UUD 1945 dan UU Nomor 20 Tahun 2003. Realisasi anggaran tersebut akan berdampak secara signifikan terhadap kesempatan mendapatkan pendidikan kepada seluruh warga negara. Ketika dana mencukupi, maka berbagai program lebih mudah dan lebih cepat dikoordinasikan dan dilaksanakan. Anggaran pendidikan dimaksud dapat diprogramkan untuk menyentuh langsung kalangan rakyat jelata (grassroot) sebagai upaya mengantisipasi kemunculan buta aksara.

Kedua, meluncurkan program-program bantuan pendidikan atau beasiswa dalam bentuk block grant. Hal ini sangat penting, karena sesungguhnya sekolah yang paling mengetahui kondisi real siswanya sehingga dana block grant dapat disalurkan dengan tepat guna dan tepat sasaran. Jalur yang panjang dan berbelit-belit, berpotensi menimbulkan distorsi, akibatnya bantuan yang datang ke sekolah tidak sesuai dengan kondisi real di lapangan. Oleh karena itu, bantuan dalam bentuk block grant adalah alternatif untuk menghindari distorsi dimaksud, karena sekolah dapat mengatur dana bantuan itu sesuai dengan perkembangan di lapangan. Tatkala pemberian bantuan atau subsidi dana pendidikan dilakukan dengan pola block grant, maka ada jaminan aksesibilitas, diseminasi, arus informasi, keterbukaan dan akuntabilitas yang lebih baik. Model pemberian bantuan siswa atau beasiswa dalam bentuk block grant adalah salah satu upaya mendesentralisasikan pengelolaan keuangan dengan melembagakan penganggaran berbasis sekolah sehingga sekolah dapat menentukan penggunaan yang lebih efektif atas dana yang tersedia.

Ketiga, bekerja sama atau berkoordinasi dengan dewan pendidikan untuk mendata penduduk yang buta aksara serta membahas solusi antisipasinya. Memberdayakan dewan pendidikan menjadi penting dalam konteks manajemen berbasis masyarakat. Ketika masyarakat melalui dewan pendidikan dapat diberdayakan, maka data yang faktual dan aktual tentang keberadaan penduduk buta aksara dapat segera diketahui, sehingga dengan segera pula dapat dicarikan alternatif penanggulangannya.

Keempat, menyediakan infrastruktur bagi sekolah-sekolah yang akan membantu keberlanjutan dan keberhasilan reformasi sekolah, terutama yang berorientasi kepada pengembangan kompetensi dan kecakapan hidup. Kecakapan hidup yang didapatkan tersebut dapat langsung diterapkan dalam kehidupan sehari-hari, sehingga bermanfaat untuk dirinya dan juga untuk keberlanjutan pendidikannya sehingga mencegah terjadinya putus sekolah.

Kelima, mengimplementasikan secara sungguh-sungguh, jujur, transparan, dan objektif program subsidi silang murni. Artinya, ada perbedaan pembayaran di antara setiap siswa, berdasarkan kemampuan ekonomi dan kemampuan akadamis. Pola-pola seperti ini telah diterapkan oleh beberapa perguruan tinggi, sehingga mereka yang kurang mampu secara ekonomi tetapi sangat mampu secara akademis, pendidikannya dibiayai oleh lembaga. Demikian pula mereka yang kurang mampu dari segi akademis, dapat diterima dengan catatan ada kompensasi biaya lebih yang harus dibayarkan.

Keenam, memberdayakan komite sekolah dengan selalu mengadakan koordinasi mulai dari penyusunan program, pengorganisasian, pelaksanaan, dan pengawasan. Dengan memberdayakan komite sekolah, maka informasi berbagai program akan segera sampai ke tengah masyarakat. Demikian pula halnya, dengan program pengentasan buta aksara juga dapat segera disimak oleh masyarakat melalui komite sekolah. 

Artikel Terkait:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Komentar Pembaca adalah Kebahagiaan Penulis