Menjadikan Guru Gemar Ber-PTK

Artikel ini telah dipublikasikan Media Bali Post pada
Senin Kliwon, 15 Oktober 2007

MENJADIKAN GURU GEMAR BER-PTK
Oleh  Gede Putra Adnyana

PENELITIAN Tindakan Kelas (PTK) adalah upaya pemecahan masalah dan peningkatan kinerja yang dilakukan dalam konteks pembelajaran di kelas. PTK dilakukan guru dengan penekanan pada penyempurnaan atau peningkatan proses dan praksis pembelajaran. 

Beberapa hal perlu dicermati dan ditindaklanjuti mengatasi permasalahan lemahnya kemampuan guru menulis PTK. Pertama, perubahan paradima di kalangan guru bahwa PTK adalah penelitian yang bersifat kualitatif, sehingga kesan akan berhadapan dengan statistik yang bernuansa rumus dapat dihapus. Semua guru mampu melakukannya, asalkan mencermati setiap fenomena yang terjadi, mulai dari perencanaan, pelaksanaan, observasi dan evaluasi, serta refleksi. Semua fenomena yang terjadi ada sebab dan akibatnya, baik dan buruknya. Untuk itu, setiap fenomena wajib dianalisis secara kritis ke arah penyempurnaan. Perubahan paradigma ini, diyakini mampu menumbuhkembangkan keberanian guru mencoba melakukan dan menulis PTK dengan berbagai konsekuensinya.

Kedua, staf pimpinan di sekolah hendaknya berani menganggarkan alokasi kegiatan PTK. Untuk itu, staf pimpinan harus dapat meyakinkan anggota komite tentang strategis dan urgennya meningkatkan kemampuan guru menulis PTK. Ketika ada kesepahaman dan kesepakatan dari pihak sekolah dan komite, maka pengalokasian anggaran untuk PTK, bukanlah hal yang mustahil. Harus disadari bahwa sangat sulit meningkatkan prestasi siswa tanpa dibarengi dengan peningkatan kualitas gurunya. Salah satu upaya peningkatan kualitas guru adalah peningkatan kemampuan melakukan dan menulis PTK. Sebab, melalui PTK akan terus-menerus dilakukan upaya perubahan, perbaikan, dan penyempurnaan kualitas proses dan hasil belajar.

Ketiga, pemerintah pusat maupun daerah hendaknya memberikan alokasi khusus untuk PTK yang terintegrasi dalam bantuan block grant. Pengalaman menunjukkan, bantuan block grant yang selama ini diberikan, baik berupa BOMM maupun BIS, cenderung digunakan untuk peningkatan mutu melalui pengadaan sarana-prasarana pembelajaran. Hampir tidak ada sekolah yang memprogramkan dan mengalokasikan anggaran untuk kegiatan PTK. Akibatnya, PTK hanya ramai diwacanakan, tetapi tidak pernah diimplementasikan. Oleh karena itu, diperlukan aturan yang mewajibkan program PTK dengan persentase tertentu dalam bantuan block grant, sehingga mulai ada keberanian sekolah memprogramkan PTK untuk guru. Ketika dukungan anggaran untuk PTK dihadirkan, baik yang berasal dari komite, bantuan block grant, maupun bantuan lainnya, diyakini geliat para guru untuk melakukan PTK akan mulai tampak. Selanjutnya, geliat ini harus diapresiasi dengan memberikan dukungan anggaran secara terus-menerus, bahkan dengan peningkatan alokasi secara gradual. Program ini memiliki multifungsi, di satu pihak meningkatkan kesejahteraan guru melalui insentif yang diterima dari kegiatan PTK, di pihak lain meningkatkan profesionalisme guru melalui penyempurnaan proses pembelajaran. Nurturant effect dari fenomena ini adalah meningkatknya hasil belajar siswa, serta motivasi guru meningkatkan profesionalismenya dalam rangka mencapai jabatan guru yang lebih tinggi.

Keempat, pengaturan kembali kenaikan jabatan guru yang mewajibkan adanya pengembangan profesi minimal 12 poin, hanya untuk kenaikan golongan dari IV/a ke IV/b, dan seterusnya. Proses pembiasaan memerlukan waktu, sehingga kebiasaan mengumpulkan poin untuk pengembangan profesi juga memerlukan waktu. Oleh karena itu kewajiban mengumpulkan poin untuk pengembangan profesi dapat dimulai dari kenaikan jabatan guru dari III/a ke III/b, dan seterusnya. Namun, jumlah poin yang dikumpulkan hendaknya secara gradual, misalnya, dari golongan III/a ke III/b diwajibkan mengumpulkan poin pengembangan profesi minimal 2, III/b ke III/c, minimal 4, dan seterusnya. Sehingga untuk kenaikan jabatan dari IV/a ke IV/b, yang diwajibkan mengumpulkan poin pengembangan profesi minimal 12, para guru tidak terlalu terkejut, bahkan ada motivasi untuk terus mengejarnya. Menjadikan guru gemar ber-PTK adalah keniscayaan dan harus mendapat dukungan dari seluruh stakeholder pendidikan, sehingga keterampilan berpikir kritis dan kreatif, serta proses memanusiakan manusia (humanisasi) dalam pendidikan dapat diwujudnyatakan.

Artikel Terkait:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Komentar Pembaca adalah Kebahagiaan Penulis