Isu bentuk soal yang tidak lagi pilihan
ganda pada UN 2015, ternyata cukup mengejutkan dan bahkan menakutkan di
kalangan siswa dan guru. Betapa tidak, kebiasaan siswa mengerjakan soal-soal
pilihan ganda sudah mendarah daging sejak jenjang SD, SMP, sampai SMA/SMK.
Bahkan, terkadang adanya soal uraian pada UTS atau UAS sering dikeluhkan oleh
sebagian siswa. Kondisi inilah yang menyebabkan isu bentuk soal pilihan ganda
yang tidak lagi digunakan pada UN 2015 cenderung menggerogoti kepercayaan diri
siswa. Karena, ada kecenderungan siswa hanya siap dengan bentuk soal pilihan
ganda. Kondisi ini, sedikit banyak menggambarkan fakta-fakta dunia pendidikan
yang harus dikoreksi dan diperbaiki. Agaknya, harus segera ada Revolusi Mental.
Setuju?
Ketakutan itu, ternyata direspons pihak
Kemendikbud, sehingga Kepala Pusat Penilaian Pendidikan Badan Penelitian dan
Pengembangan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kapuspendik Balitbang
Kemendikbud), Nizam, menjelaskan bahwa bentuk soal UN 2015 masih sama dengan
tahun-tahun sebelumnya. (http://kemdikbud.go.id/kemdikbud/siaranpers/3782).
Artinya, masih menggunakan bentuk soal pilihan ganda. Bentuk soal yang
memberikan peluang, sekali lirik dua, tiga pulau terlewati. Namun,
penjelasan tersebut belum lengkap, karena belum menjelaskan teknis
pelaksanaannya, seperti jumlah paket soal, sistem pengawasan, dan sistem
pemeriksaan. Oleh karena itu diharapkan agar Kemendikbud segera meluncurkan POS
UN 2015 agar dapat dijadikan acuan bagi pihak-pihak yang berkepentingan,
seperti siswa, guru, orang tua, sekolah, dan pemerintah daerah. Paling tidak dapat
mereduksi ketakutan itu. Kok bisa takut ya?
Lebih lanjut diungkapkan bahwa, ke
depan bentuk soal UN memungkinkan tidak hanya pilihan ganda, tetapi bisa lebih
beragam. Artinya, bentuk soal dapat dalam bentuk mini esai, mengisi jawaban
langsung, menjodohkan, memutar-mutar kalimat, dan lain-lain. Nah,
bakal ada perubahan tuh! Namun kondisi ini hanya dapat dilakukan, jika
ujian yang diselenggarakan negara tersebut seluruhnya telah berbasis komputer (computer based test / CBT). (http://kemdikbud.go.id/kemdikbud/berita/3783).
Pada UN 2015 sudah mulai dirintis UN berbasis komputer secara daring atau
online. Bentuk dan tingkat kesukaran soal, setara dengan yang berbasis kertas.
Oleh karena itu, mulai detik ini harus ada perubahan paradigma dari seluruh
elemen pendidikan, bahwa UN bukan arena untuk menyuburkan ketidakjujuran, tidak
untuk menumbuhkembangkan konsep mark up, manipulasi atau rekayasa, apalagi
sebagai ajang pencitraan. Tetapi, UN harus murni sebagai upaya pembelajaran yang
bertanggung jawab.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Komentar Pembaca adalah Kebahagiaan Penulis