Kementerian Kebudayaan dan Pendidikan Dasar dan Menengah, menyimpulkan
bahwa penerapan K-13 tidak akan diterapkan di semua sekolah. Tetapi, akan
diterapkan kepada sekolah-sekolah yang sudah siap saja. Dalam hal ini, Mendikbud
akan menyaring kesiapan sekolah berdasarkan sejumlah kriteria. Untuk
sekolah-sekolah yang belum siap, mendikbud mengizinkan kembali kepada Kurikulum
2006.
Menurut Ketua Tim Evaluasi K-13, Prof Suyanto, bahwa Mendikbud
akan membuat sekolah-sekolah prototipe atau sekolah model untuk K-13. Sekolah
prototipe terdiri atas sekolah-sekolah yang melaksanakan K-13 pada tahap
pertama (tahun 2013), yaitu sebanyak 6.326 sekolah, ditambah dengan sebagian
sekolah pelaksana K-13 di tahap kedua (tahun 2014) yang dinilai sudah siap.
Tim evaluasi K-13 mengajukan tiga opsi terkait kelanjutan
K-13. Pertama, K-13 akan
dihentikan sama sekali. Kedua,
K-13 diterapkan di sekolah-sekolah terpilih yang sudah sangat siap dari
berbagai aspek. Ketiga,
K-13 dijalankan seperti saat ini tapi dilakukan pembenahan sehingga hasilnya
lebih baik.
Di pihak lain, anggota tim evaluasi K-13, Guru Besar
Universitas Pendidikan Indonesia (UPI), Prof Hamid Hasan mengatakan keputusan
mendikbud adalah melanjutkan K-13 namun secara terbatas dengan menunjuk
sekolah-sekolah prototipe. Menurutnya, tim evaluasi masih menyiapkan kriteria
sekolah-sekolah yang dianggap siap untuk melaksanakan K-13. Sampai saat ini belum
dapat dipastikan jumlah sekolah yang dinilai siap. Namun, salah satu
kriterianya adalah akreditasi sekolah. (http://www.beritasatu.com/kesra/230099,
Rabu, 03 Desember 2014).
Terlepas dari penerapan K-13 kepada sekolah terpilih, hal
kecil namun berdampak besar yang perlu diperhatikan adalah proses perekrutan
guru pendamping dan instruktur nasional K-13. Saat ini, belum ada prosedur yang
jelas, sistematis, transparan, dan dapat dipertanggung-jawabkan terhadap
penentuan guru pendamping dan instruktur nasional K-13. Bahkan, ada kesan proses
perekrutan tersebut kental dengan kolusi dan nepotisme. Akibatnya, hadirlah guru
pendamping dan instruktur nasional K-13 yang tidak berkompeten. Kondisi ini
potensial menyebabkan kekeliruan informasi kepada guru-guru pelaksana K-13. Padahal,
guru inilah ujung tombak dari keberhasilan penerapan K-13. Oleh karena itu,
sangat urgen dan relevan untuk mereview kembali status guru pendamping dan
instruktur nasional K-13. Hal ini dimaksudkan agar pesan-pesan K-13 dapat
sampai kepada guru-guru pelaksana K-13 dengan baik dan benar. Sehingga,
penerpan K-13 tepat guna dan tepat sasaran demi mencerdaskan kehidupan bangsa
(gpa).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Komentar Pembaca adalah Kebahagiaan Penulis