Model Konstruktivistik dalam Pembelajaran

MODEL KONSTRUKTIVISTIK DALAM PEMBELAJARAN
Oleh: Gede Putra Adnyana

Pandangan konstruktivis menganggap bahwa belajar adalah perubahan konseptual, bukan penjelajahan informasi-informasi yang baru ke dalam pikiran siswa yang kosong, melainkan upaya pengembangan atau perubahan terhadap apa yang telah dimiliki dalam pikiran siswa. Perubahan konsep-konsep akan bermakna bila informasi yang baru (sains) dapat diterapkan dalam kehidupan nyata, intelligible (dapat dimengerti), plausible (dapat dipercaya), fruitful (bermanfaat) sehingga membantu siswa untuk memahami dunianya (Carr, et al, 1994 dalam Purba, 2004).
Berdasarkan prinsip dasar konstruktivis, maka ilmu pengetahuan dapat dipahami sebagai suatu yang harus dibangun oleh siswa sendiri. Karena itu penalaran yang berkembang dalam pikiran seorang individu tidak dapat dipindahkan begitu saja dari satu individu (guru) ke individu yang lain (siswa). Belajar menurut pandangan konstruktivis adalah proses aktif yang berkesinambungan. Dalam hal ini, siswa dipandang sebagai individu yang mampu menggunakan informasi dari lingkungan untuk membangun interpretasi dan makna sendiri berdasarkan pengetahuan awal (prior knowledge) dan pengalaman. Oleh karena itu, mengajar bukanlah kegiatan memindahkan pengetahuan guru ke siswa, melainkan suatu kegiatan yang memungkinkan siswa membangun sendiri pengetahuannya. Mengajar berarti berpartisipasi dengan siswa dalam membentuk pengetahuan, membuat makna, mencari kejelasan, dan bersifat kritis. Konsekuensi logis dari fenomena tersebut adalah guru harus memberi perhatian yang besar terhadap pengetahuan awal para siswa dalam rangka meningkatkan kualitas hasil belajar. Oleh karena belajar merupakan kegiatan aktif siswa (aktivitas belajar siswa) dalam membangun makna atau pemahaman, maka guru perlu memberikan dorongan kepada siswa dengan menggunakan otoritasnya dalam membangun gagasan (Depdiknas, 2002). Tanggung jawab belajar memang berada pada diri siswa, tetapi guru tetap bertanggung jawab untuk menciptakan situasi yang mendorong prakarsa, motivasi, dan tanggung jawab siswa untuk belajar sepanjang hayat. Agar proses pembelajaran dapat mencapai tujuan yang telah ditetapkan, maka diperlukan strategi pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran tertentu.
Belajar menurut pandangan konstruktivistik merupakan proses regulasi diri dalam menyelesikan konflik kognitif yang sering muncul melalui pengalaman konkrit. Belajar adalah kegiatan aktif pebelajar untuk membangun pengetahuannya, dimana pebelajar sendiri yang bertanggung jawab atas peristiwa belajar dan hasil belajarnya. Pebelajar sendiri yang melakukan penalaran melalui seleksi dan organisasi pengalaman serta mengintegrasikannya dengan apa yang telah diketahui. Belajar merupakan proses negosiasi makna berdasarkan pengertian yang dibangun secara personal. (Santyasa, 2004). Menurut paradigma konstruktivistik, pembelajaran lebih mengutamakan pemecahan masalah, mengembangkan konsep, konstruksi solusi dan algoritma ketimbang menghafal prosedur dan menggunakannya untuk memperoleh satu jawaban benar. Pembelajaran lebih dicirikan oleh aktivitas eksperimentasi, pertanyaan-pertanyaan, investigasi, hipotesis, dan model-model yang dibangkitkan oleh pebelajar sendiri. Secara umum, terdapat lima prinsip dasar yang melandasi kelas konstruktivistik (Brooks & Brooks, 1993 dalam Santyasa, 2004), yaitu (1) meletakkan permasalahan yang relevan dengan kebutuhan pebelajar, (2) menyusun pembelajaran di sekitar konsep-konsep utama, (3) menghargai pandangan pebelajar, (4) materi pembelajaran menyesuaikan terhadap kebutuhan pebelajar, (5) menilai pembelajaran secara kontekstual.
Dengan demikian, pembelajaran menurut paradigma konstruktivistik menghendaki keterlibatan secara aktif siswa dalam pembelajaran atau berpusat pada siswa (student center). Menurut Siswono dan Marini Karsen (2008), pendekatan student centered learning (SCL) memiliki karakteristik khusus yang mencakup berbagai aspek, diantaranya pengajar, siswa, materi, maupun teknik penyampaiannya. Adapun karakteristik dimaksud, antara lain 1) pengajar berperan sebagai penunjang, dalam hal ini pengajar bertugas sebagai perantara pembelajaran yang membantu mengarahkan siswa dan membantu siswa dalam mengembangkan materinya, 2) pengajar berwawasan luas dan bersifat terbuka terhadap masukan maupun kritik dari siswanya, 3) pengajar menggunakan cara penyampaian materi sesuai dengan kebutuhan dan kondisi siswa, dalam hal ini dimungkinkan menerapkan model pembelajaran yang berbeda untuk setiap kelas, 4) siswa merupakan tokoh utama pembelajaran, 5) siswa merupakan anggota aktif pada proses pembelajaran yang senantiasa memberikan gagasan, dalam hal ini siswa ikut serta dalam merumuskan, mengembangkan, dan memproses materi pelajaran, 6) siswa mampu mengembangkan materi pembelajaran secara mandiri, 7) siswa mampu merumuskanharapan terhadap proses pembelajaran dan mengukur kinerjanya, 8) siswa saling berkolaborasi satu dengan lainnya, 9) siswa memantau pembelajarannya sehingga mampu merumuskan strategi pembelajaran yang tepat untuk hasil yang optimal, 10) siswa termotivasi untuk mencapai sasaran yang ditetapkannya, 11) siswa memilih anggota kelompoknya sendiri dan menentukan bagaimana caranya bekerja dalam kelompok tersebut, 12) materi pembelajaran bersifat sebagai arahan bukan patokan pembelajaran sehingga siswa kreatif mengembangkannya secara berkelanjutan, 13) pembelajaran adalah proses pencarian ilmu pengetahuan secara aktif atau proses perumusan ilmu, bukan proses penangkapan ilmu semata, dan 14) siswa membangun pengetahuannya sendiri melalui proses pembelajaran pribadi yang dialaminya (Rosa, dkk. (eds.), 2008: 183-190). Oleh karena itu, penerapan model pembelajaran yang relevan dengan pendekatan student centered learning adalah pembelajaran dengan paradigma kontstruktivistik.
Dalam mengimplementasikan pembelajaran konstruktivistik, perlu dicermati pula tentang reposisi pengajar. Menurut hasil forum Carnegie tentang pendidikan dan ekonomi (Arend et al., 2001 dalam Santyasa, 2004), terdapat sejumlah kemampuan yang harus dimiliki oleh pengajar dalam pembelajaran, yaitu: 1) memiliki pemahaman yang baik tentang kerja baik fisik maupun sosial, 2) memiliki rasa dan kemampuan mengumpulkan dan menganalisis data, 3) memiliki kemampuan membantu pemahaman pebelajar, 4) memiliki kemampuan mempercepat kreativitas sejati pebelajar, dan 5) memiliki kemampuan kerja sama dengan orang lain. Para pengajar diharapkan dapat belajar sepanjang hayat seirama dengan pengetahuan yang mereka perlukan untuk mendukung pekerjaannya serta menghadapi tantangan dan kemajuan sains dan teknologi. Pengajar tidak diharuskan memiliki semua pengetahuan, tetapi hendaknya memiliki pengetahuan yang cukup sesuai dengan yang mereka perlukan, di mana memperolehnya, dan bagaimana memaknainya. Para pengajar diharapkan bertindak atas dasar berpikir yang mendalam, bertindak independen dan kolaboratif satu sama lain, dan siap menyumbangkan pertimbangan-pertimbangan kritis. Para pengajar diharapkan menjadi masyarakat yang memiliki pengetahuan luas dan pemahaman yang mendalam. Di samping penguasaan materi, pengajar juga dituntut memiliki keragaman model atau strategi pembelajaran, karena tidak ada satu model pembelajaran yang dapat digunakan untuk mencapai tujuan belajar dari topik-topik yang beragam. Dengan demikian menurut paradigma konstruktivistik peranan pengajar lebih sebagai fasilitator, expert learners, manager, dan mediator.
REFERENSI
Depdiknas. 2002. Kurikulum Berbasis Kompetensi. Jakarta: Puskur, Balitbang Depdiknas
Purba, J. P. 2004. Pengembangan Dan Implementasi Pembelajaran Sains Menggunakan Pendekatan Pemecahan Masalah. Makalah. disajikan dalam Konvensi Nasional Pendidikan Indonesia V di Surabaya tanggal 5 – 9 Oktober 2004
Santyasa, I W. 2004a. Model Problem Solving Dan Reasoning Sebagai Alternatif Pembelajaran Inovatif. Makalah. disajikan dalam Konvensi Nasional Pendidikan Indonesia V di Surabaya tanggal 5 – 9 Oktober 2004.
Santyasa, I W. 2004b. Pengaruh Model dan Seting Pembelajaran Terhadap Remediasi Miskonsepsi, Pemahaman Konsep, dan Hasil Belajar Fisika pada Siswa SMU. Disertasi (tidak dipublikasikan). Program Studi Teknologi Pembelajaran Program Pascasarjana Universitas Negeri Malang
Siswono dan Marini Karsen. 2008. ”Student Centered Learning: Kunci Keberhasil E-Learning”. dalam Rosa, P.H.P., dkk (eds.) Makalah-Makalah Sistem Informasi. Bandung: Informatika

Tulisan Lainnya:

Atau di link berikut:

 

Artikel Terkait:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Komentar Pembaca adalah Kebahagiaan Penulis