Esai: Juara III Gelora Esai 2011

YANG TERPENCIL MAKIN TERKUCIL,
YANG PADAT MAKIN BERJUBEL
(Juara III Gema Lomba Karya Esai (Gelora Esai) Nasional, Undiksha Tahun 2011)
Fakta menunjukkan, banyak sekolah dasar terutama di pinggiran desa memiliki jumlah guru sangat memprihatinkan. Idealnya, jumlah guru pada satu sekolah dasar paling sedikit 8 orang. Namun, ditemukan sekolah yang hanya memiliki 2 orang guru termasuk kepala sekolah. Kondisi ini sebagian besar  ditemukan pada sekolah-sekolah yang berada di pinggiran desa. Hal sebaliknya, terjadi pada sekolah-sekolah di perkotaan. Di mana, terjadi penumpukan jumlah guru di satu sekolah sehingga kesulitan dalam memperoleh jam mengajar yang diwajibkan. Kondisi ini sangat berpengaruh terhadap ketimpangan kualitas yang lebar antara sekolah di pedesaan dengan perkotaan. Padahal, kuantitas siswa yang belajar di sekolah-sekolah  yang berada di pedesaan jauh lebih besar tinimbang perkotaan. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa sebagian besar siswa yang belajar tidak mendapatkan pelayanan optimal. Jika kondisi ini terjadi terus menerus dalam jangka waktu yang lama, dipastikan dapat menghancurkan kualitas pendidikan. Lalu, mau dibawa kemana masa depan pendidikan Indonesia?
Kekurangan guru dalam sekolah diyakini berpengaruh terhadap pelaksanaan pembelajaran. Sekolah tidak dapat melaksanakan pembelajaran secara optimal.  Guru-guru pun tidak dapat berbuat banyak untuk mengatasi masalah tersebut. Hal ini terjadi karena kentalnya muatan politik dalam pendistribusian dan penempatan guru-guru. Adanya otonomi daerah dan dinamika politik di daerah menyebabkan guru sangat mudah mengalami mutasi. Akibatnya, kepentingan pemerataan guru menjadi terabaikan dan dikalahkan oleh kepentingan penguasa dan politik. Sekolah yang kekurangan guru terpaksa melakukan berbagai inovasi  yang jauh dari kualitas apalagi prestasi. Beberapa guru harus mengajar tiga kelas sekaligus. Di lain pihak ada juga guru yang membiarkan satu kelas bermain di lapangan untuk mengisi kekosongan waktu belajar. Artinya, telah terjadi pengingkaran terhadap upaya untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Bahkan beberapa sekolah terpaksa memulangkan siswa-siswanya lebih pagi akibat guru berhalangan melaksanakan tugas pembelajaran karena sakit atau harus mengajar di kelas lain. Jika kondisi ini tidak segera diantisipasi maka dipastikan menurunkan kualitas generasi muda di masa datang. Padahal, tidak dapat dimungkiri bahwa generasi muda adalah penerus dan pengisi pembangunan di masa datang.
Dampak langsung kekurangan guru adalah tidak efektifnya kegiatan pembelajaran. Ketidakefektifan ini berpengaruh terhadap kualitas trasformasi pengetahuan dan keterampilan oleh guru kepada siswa. Akibatnya, siswa tidak dapat bertumbuh kembang sesuai dengan harapan. Secara tidak langsung, kekurangan guru di sekolah berdampak terhadap lingkungan masyarakat. Nuansa pendidikan dan pembelajaran tidak dapat hadir di tengah-tengah masyarakat. Akibatnya, tidak ditemukan perbedaan yang berarti antara siswa yang bersekolah dengan tidak bersekolah. Kondisi ini akan mempengaruhi persepsi masyarakat bahwa ternyta kehadiran sekolah tidak banyak berpengaruh terhadap kecerdasan anak-anaknya. Sedikit demi sedikit namun pasti, akan muncul persepsi di tengah-tengah msyarakat bahwa pendidikan tidak penting. Ini adalah langkah mundur pembangunan pendidikan dalam upaya mencerdaskan kehidupan bangsa. Jika kondisi ini terus berlangsung, persentase angka buta aksara dipastikan semakin tinggi. Muara dari semua ini adalah  menurunnya kualitas manusia Indonesia. Kualitas manusia sangat ditentukan oleh kualitas pendidikan, serta sektor pendidikan saat ini menjadi tanggung jawab pemerintah daerah di era otonomi daerah. Oleh karena itu penerapan otonomi daerah hendaknya tidak dipengaruhi oleh kepentingan politik semata. Pendistribusian dan pemerataan jumlah guru di sekolah-sekolah wajib dilaksanakan dengan sungguh-sungguh dalam kerangka otonomi daerah dan demi peningkatan kualitas pendidikan. Jika hal ini dapat diwujudnyatakan maka berbagai permasalahan dalam bidang pendidikan akan dapat dicarikan solusi terbaiknya.
Lalu, siapa yang bertanggung jawab terhadap berbagai permasalahan tersebut? Paling sedikit terdapat tiga komponen utama yang harus terlibat secara aktif untuk mengatasi permasalahan pendistribusian dan pemerataan guru pada sekolah-sekolah yang berada di pinggiran desa. Ketiga komponen itu adalah pemerintah, orangtua siswa dan masyarakat, serta sekolah. Ketiga komponen ini hendaknya saling bahu membahu untuk mendukung dunia pendidikan sehingga dapat lebih efektif dan efisien. Dukungan itu, dapat diberikan secara materiil maupun non materiil. Ketiga pilar komponen pendidikan ini sama-sama memiliki peran yang strategis dalam meningkatkan kualitas pendidikan di sekolah-sekolah.
Pemerintah, baik pemerintah pusat maupun daerah hendaknya memiliki perencanaan yang jelas dan terarah terhadap upaya untuk pendistribusian dan pemerataan guru di sekolah-sekolah. Dalam hal ini, pemerintah daerah yang paling bertanggung jawab manakala terjadi ketimpangan pendistribusian dan pemerataan guru di sekolah. Karena, kepala daerah memiliki wewenang yang penuh untuk melakukan mutasi di sekolah- sekolah di lingkungan daerahnya. Oleh karena itu jika terjadi pendistribusian dan pemerataan guru yang tidak baik, maka patut diduga telah terjadi penyalahgunaan wewenang oleh kepala daerah. Argumentasi ini didukung oleh fakta-fakta, diantaranya terjadi mutasi guru dengan frekuensi dan kuantitas yang tinggi. Mutasi ini terjadi tidak berdasarkan permohonan, serta tidak menggunakan prosedur yang benar. Mutasi yang terjadi sangat kentara dan kental dipengaruhi oleh dinamika politik terutama menjelang pilkada. Artinya, pendidikan telah dimasuki ranah politik. Dengan kata lain telah terjadi politisasi pendidikan. Jika ini tidak segera dilakukan kajian yang serius dan mendalam maka diyakini akan mengganggu efektivitas pembelajaran dan pendidikan di sekolah-sekolah. Oleh karena itu, pemerintah daerah dengan otonomi daerah, hendaknya melakukan penataan yang proporsional dan profesional demi kualitas pendidikan di daerahnya. Kepentingan politik sedapat mungkin diminimalkan dan bahkan di hilangkan sehingga pendidikan hanya untuk pendidikan tanpa tercemar kepentingan politik. Tidak hanya itu, pemerintah pusat maupun daerah hendaknya memberikan alokasi anggaran yang memadai serta selalu melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan pembelajaran di sekolah-sekolah. Sekali lagi, pendidikan hanya unuk kepentingan pendidikan dan  pendidikan tidak untuk kepentingan politik.
Masyarakat tidak boleh diam manakala menemukan informasi bahwa pembelajaran di sekolah tidak efektif dan efisien. Orangtua siswa dan masyarakat melalui komite sekolah wajib memberikan dukungan dan pengawasan terhadap penyelenggaraan pendidikan di sekolah-sekolah. Komite sekolah bekerja sama dengan pihak sekolah melakukan kajian untuk menemukan berbagai solusi dalam rangka mengantisipasi berbagai kendala pembelajaran di sekolah. Fenomena distribusi dan pemerataan guru yang tidak baik hendaknya segera dikomunikasikan dengan berbagai pihak terutama pemerintah. Komunikasi tersebut dilakukan secara terus menerus dan aktif sehingga permasalahan tidak efektifnya pembelajaran di sekolah tidak terjadi dalam waktu yang lama. Jika hal ini dilakukan diyakini krisis guru di sekolah pinggiran desa dapat diatasi. Sehingga yang terpencil tidak semakin terkucil  dan yang di kota malah berjubel. Dalam konteks inilah maka peran serta orang tua siswa dan masyarakat hendaknya terus menerus dihadirkan demi pendidikan untuk semua.  
Sekolah sebagai satuan pendidikan dituntut untuk terus melakukan inovasi dan kreasi dalam rangka meningkatkan kualitas pembelajaran. Ketika terjadi kekurangan guru, pihak sekolah yang dimotori oleh kepala sekolah harus melakukan langkah-langkah antisipasi dengan segera. Langkah awal yang dilakukan adalah berkoordinasi secara aktif dengan pihak dinas pendidikan baik di kecamatan maupun kabupaten. Hal ini dimaksudkan agar segera diketahui adanya permasalahan tersebut. Selanjutnya, guru-guru yang ada dapat melakukan berbagai inovasi, misalnya melalui pembelajaran di lapangan dengan menyiapkan lembar kerja siswa, pembelajaran kelompok di kelas yang berbasis masalah,  memanfaatkan perpustakaan dengan tugas membuat rangkuman serta kegiatan inovatif lainnya yang lebih banyak mengeksplorasi alam sebagai media dan sumber belajar. Jika kondisi ini dapat di wujudnyatakan maka permasalahan kekurangan guru dapat diantisipasi, serta pembelajaran dapat berjalan lebih efektif. Pihak sekolah juga diharapkan proaktif berkomunikasi dengan komite sekolah sehingga permasalahan segera dapat dicarikan solusinya. Pihak sekolah dan komite sekolah dapat bersepakat untuk mencarikan guru honor dalam membantu efektivitas pembelajaran di sekolah. Di lain pihak, sekolah dapat juga memohon bantuan kepada komite sekolah untuk menghadirkan orang tua siswa yang bisa membantu mengajar materi tertentu. Kondisi ini memiliki manfaat ganda, di satu pihak mengatasi kekurangan guru di sekolah, di pihak lain memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk berpartisipasi aktif dan bertanggung jawab terhadap penyelenggaraan pendidikan dalam kerangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Jadi, jangan lagi ada yang terpencil makin terkucil, yang padat makin berjubel.

Penulis: Ni Made Dian Fitriyani
Pembimbing: Gede Putra Adnyana
Sekolah: SMAN 2 Busungbiu, Buleleng, Bali

Artikel Terkait:

1 komentar:

  1. waaaah hebat,,,lolos 3 besar....semangat pak de, dan sukses selalu. smua ada hikmahnya,,,,,,salam ma bunda dan adik2 tercinta

    BalasHapus

Komentar Pembaca adalah Kebahagiaan Penulis