Hidup adalah misteri. Lahir, tumbuh,
besar, tua, dan mati, itu pasti. Lalu, kalau hidup itu misteri mengapa harus
menyakiti. Membenci orang yang belum tentu membenci kita. Menyakiti orang, yang
berpikir saja tidak, untuk menyakiti kita. Adakah sebuah kebahagiaan hadir
dengan membenci atau menyakiti? Ah, tidak! Pasti tidak! Kebahagiaan akan hadir
ketika kita mampu membahagiakan orang lain, bukan membenci apalagi menyakiti.
Hidup adalah perjalanan menuju mati.
Kalau itu yang pasti, mengapa hidup harus disia-siakan dengan rasa iri dan
dengki. Sungguh tak bermakna hidup ini, jika berhenti dengan iri hati. Karena
hati tak pernah merasa tersakiti ada di dalam tubuh. Kalau hati kita tak pernah
menyakiti, lalu mengapa kita harus menyakiti hati orang lain? Hati-hati dengan
hati, karena hati adalah pemegang jiwa. Orang tanpa hati adalah orang tanpa
jiwa. Hati dapat mendekat maupun menjauh. Ketika hati dipenuhi dengan kasih
sayang, ketulusan, dan keikhlasan maka hati begitu dekat dengan raga. Tetapi,
jika hati dipenuhi dengan kebencian, iri dengki, dan suka menyakiti maka hati
akan semakin jauh dengan raga. Jadi, hati-hati dengan hati. Karena orang tanpa
hati berarti mati.
Hidup adalah upaya menyempurnakan
diri. Karena kesempurnaan akan membawa kebahagiaan. Kalau hidup dipenuhi dengan
pikiran untuk menjelekkan orang lain, apalagi menyakiti, kapan waktunya untuk
melakukan introspeksi diri? Kapan waktunya untuk menyempurnakan pribadi? Jadi,
mari belajar untuk saling menghargai, mencintai, dan tidak saling menyakiti.
Mungkinkah? Mengapa tidak? Perjalanan menyempurnakan diri adalah upaya memaknai
arti kehidupan. Kehidupan yang sejati.
Mari saling menghargai dan
menghormati!
Mari menghadirkan cinta kasih dan
kedamaian!
Mari memulai yang mulia demi
kemuliaan semua makhluk!
Mari menjaga hati, serta hati-hati
dengan hati!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Komentar Pembaca adalah Kebahagiaan Penulis