Sumber: oneminuteonline.wordpress.com |
Pakaian seragam, bersih dan licin serta sepatu hak tinggi sangat
identik dengan Pegawai Negeri Sipil (PNS). Pekerjaan yang relatif santai dengan
gaji cukup memuaskan adalah sisi lain eksistensi PNS. Akibatnya, animo generasi
muda menjadi PNS sangat tinggi tinimbang petani atau nelayan yang selalu
bergelut dengan kekotoran. Semua daya tarik menjadi PNS itu menyebabkan
kreativitas generasi muda membuka peluang dan usaha baru, selain menjadi PNS tergerus
oleh cengkraman memasuki wilayah birokrasi. Mereka lupa, luput, atau mungkin
tidak pernah tahu bahwa sesungguhnya birokrasi adalah pelayanan. Karena ketidaktahuan
inilah maka pelayanan yang seharusnya mereka lakukan berubah menjadi dilayani.
Ketika PNS masih menjadi
incaran kaula pencari kerja maka kompetisi merebut status itu semakin ketat.
Mucullah berbagai permasalahan yang menyertai setiap penerimaan PNS, baik di
daerah maupun pusat. Nuansa korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) tidak terbantahkan.
Bahkan, fenomena suap atau sogok atau uang pelicin atau apalah namanya tak
terelakkan serta sudah menjadi pengetahuan publik. Akibatnya, hadirlah PNS yang
tidak berkompetensi dan tidak berdedikasi. yang akhirnya memunculkan PNS dengan
kinerja rendah, rakus, dan tidak bertanggung jawab. Kondisi inil dicermati
oleh aktivis Indonesia Corruption Watch
(ICW), Adek Irawan, yang mengatakan bahwa Kinerja buruk PNS sudah berlangsung
sejak dahulu, seperti diberitakan VoA Indoensia (8/5/2012).
Langkah pemerintah menghentikan sementara penerimaan calon
PNS hingga tahun 2013 melalui moratorium adalah momentum yang sangat strategis
untuk memperbaiki mutu PNS. Momentum tersebut dapat dijadikan sebagai awal yang
mulia memulai perbaikan. Untuk itu, hendaknya dimulai dengan melakukan refleksi,
dan perencanaan. Berdasarkan hasil refleksi dan perencenaan yang matang maka
dipersiapkan tindakan nyata dalam kerangka perbaikan mutu PNS. Refleksi dilakukan
terhadap berbagai permasalahan yang dihadapi dan dilakukan PNS berkaitan dengan
pelayanan publik sebagai bagian dari tugasnya. Permasalahan gemuknya jumlah
PNS, pemerataan diberbagai instansi dan daerah, dedikasi, kompetensi, tanggung
jawab dan moral harus dijadikan sebagai indikator refleksi. Berdasarkan hasil
refleksi, maka disusun berbagai perencanaan untuk perbaikannya. Manakala perencanaan
telah dilakukan berdasarkan hasil refleksi objektif dan progresif, maka
tindakan nyata yang akan dilakukan niscaya membawa kebaikan. Tindakan inilah
yang harus dilakukan pada tahun 2013, sebagai langkah nyata perbaikan kinerja
PNS.
Tindakan nyata dalam peningkatan kinerja PNS hendaknya
dimulai dari proses penerimaan CPNS. Dalam konteks inilah,
patut dilakukan kajian mendalam terhadap sistem penerimaan PNS. Salah satu cara
yang dapat dilakukan adalah dengan menerapkan sistem penerimaan PNS secara
terpusat. Artinya, mulai dari kuota, teknik pelaksanaan, pengawasan,
pemeriksaan, dan pengumuman pelulusan dilakukan oleh pusat. Dalam hal ini
daerah, hanya berkewajiban melakukan analisis kebutuhan PNS pada berbagai
bidang. Data dari masing-masing kabupten/kota selanjutnya direkapitulasi
provinsi untuk selanjutnya disetor kepada pusat (Kementrian Pendayagunaan
Aparatur Negara). Pusat berkewajiban menganalisis kebutuhan serta kemampuan
anggaran sehingga dapat diputuskan kuota penerimaan PNS untuk masing-masing
kabupaten/kota.
Langkah tersebut relatif
mudah dilakukan dan cenderung memperoleh hasil yang objektif. Langkah
berikutnya, yaitu mekanisme seleksi PNS di masing-masing kabupaten/kota.
Langkah inilah yang sangat rawan dengan KKN. Fakta, di lapangan menunjukkan PNS
yang lulus seleksi disinyalir memiliki kedekatan dengan para pejabat di daerah.
Kalau tidak anak, mungkin ponakan, menantu, adik, atau ipar. Bahkan, isu
tentang suap menyuap sudah menjadi rahasia umum di telinga publik. Pendek kata,
seleksi PNS penuh dengan warna kecurangan dan bahkan kejahatan. Fenomena inilah yang
terekam oleh ICW dan menemukan bahwa rekrutmen
PNS sudah jadi bisnis, terutama bisnis penguasa. Sudah menjadi rahasia publik bahwa
orang yang jadi pegawai negeri, kebanyakan orang dekat dengan kepala daerah
atau berasal dari partai politik pendukung kepala daerah. Selebihnya, kouta PNS
dapat diperjualbelikan (voaindonesia.com,
8/5/2012). Inilah faktor pemicu dan pemacu rendahnya
kinerja PNS.
Untuk itu, pusat harus
membentuk tim yang terdiri dari unsur-unsur yang kredibel dan berkompeten serta
tidak mempunyai unsur kepentingan. Dalam hal ini pusat dapat membentuk tim
seleksi PNS yang berasal dari unsur akademisi dan teknisi yang independen. Tim
ini bekerja melakukan seleksi PNS di masing-masing kabupaten/kota. Dengan
catatan, tim yang ditugaskan tidak berasal dari daerahnya sendiri. Argumentasi
yang mendasari adalah karena tim pusat yang dibentuk tidak mempunyai kepentingan
terhadap calon-calon PNS baik secara langsung maupun tidak langsung. Sehingga,
tim dapat bekerja secara proporsional dan profesional. Di sinilah kualitas tim
seleksi PNS akan diuji baik objektivitasnya maupun mentalnya. Tim harus bekerja
transparan, jujur, adil, tanpa ada kepentingan, dan penuh tanggung jawab.
Pemeriksaan dilakukan secara
terpusat, dengan maksud agar intervensi pihak-pihak yang berkepentingan di
daerah dapat diminimalisir. Hasil seleksi juga harus disampaikan oleh pusat,
sehingga pihak daerah hanya menerima hasil seleksi tim pusat. Dalam hal ini
semua proses harus dilakukan secara transparan dengan memanfaatkan dunia maya,
baik web khusus maupun web pusat dan kabupaten/kota. Sehingga, setiap peserta
seleksi dapat memantau perkembangannya dengan segera.
Memperbaiki kinerja PNS harus dilakukan dengan revolusi, bukan
lagi reformasi. Inilah yang dikatakan Ketua DPR RI, Marzuki Alie yang prihatin
atas kinerja PNS (voaindonesia.com, 8/5/2012). Artinya, harus
ada kesungguhan dari pemerintah untuk segera melakukan tindakan nyata dalam
menata PNS secara nasional. Namun, memberikan tanggung jawab sepenuhnya kepada
pemerintah tidaklah bijak. Semua elemen masyarakat, LSM, pihak swasta,
akademisi, dan praktisi wajib memantau upaya perbaikan kinerja PNS tersebut. Muara dari semua ini adalah untuk menghasilkan PNS yang
berkualitas. Mungkinkah? Jika ada ketulusan dan keikhlasan, tidak ada sesuatu
yang tidak mungkin. Semoga!
(Penulis:
Gede Putra Adnyana, Guru SMAN 2 Busungbiu, Buleleng, Bali).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Komentar Pembaca adalah Kebahagiaan Penulis