Ijazah adalah kebanggaan siswa.
Dengan ijazah secara de yure bahkan de facto, siswa telah terbebas dari
cengkraman dominasi lembaga pendidikan. Kebebasan dari belenggu sungguh
merupakan kebahagiaan. Lalu, bagaimana jika kebanggaan dan kebahagiaan itu
tertunda karena ijazahnya ditahan pihak sekolah?
Fenomena penahanan ijazah oleh
pihak sekolah kerap terjadi. Salah satu alasannya, yakni siswa masih menyisakan
tunggakan biaya sekolah yang menjadi kewajibannya. Tahapan penandatanganan dan pembagian
ijazah adalah momentum paling tepat untuk mengkomunikasikan tunggakan itu
kepada siswa atau orang tua siswa. Momentum itu sangat strategis dan merupakan teknik
jitu bagi pihak sekolah untuk menuntaskan tunggakan pembayaran sekolah. Bahkan tingkat
keberhasilannya melebihi 85%, sehingga dari tahun ke tahun, sekolah selalu
menggunakan penahanan ijazah sebagai kambing hitam.
Pernyataan Mendikbud Mohammad Nuh, bahwa sekolah
tidak berhak menahan ijazah siswa, patut dikaji. Apalagi, Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) menjamin semua siswa akan mendapatkan
ijazahnya setelah lulus Ujian Nasional (UN). Kalaupun ada tunggakan sekolah
yang menghambat siswa mendapatkan ijazahnya, maka Kemdikbud bersama dinas
pendidikan provinsi siap ambil bagian menyelesaikan hambatan tersebut. Pertanyaan
berikutnya adalah, solusi seperti apa yang ditawarkan oleh pemerintah? Karena,
hal tersebut sangat bersifat teknis.
Pernyataan tersebut merupakan peluang di satu pihak,
tetapi juga tantangan di pihak lain. Peluang bagi siswa untuk dapat menerima
ijazah walaupun belum melunasi tunggakan biaya sekolah. Siswa dan orang tua
siswa seperti mendapatkan angin segar dengan beribu bahkan berjuta alasan untuk
tidak melunasi tunggakan biaya sekolah. Apalagi dalam pikiran siswa bahkan juga
orang tua siswa sudah dicekoki oleh istilah pendidikan gratis. Akhirnya,
sekolah kehilangan momentum dan kekuatan untuk dapat bernegosiasi dengan siswa
atau orang tua siswa. Akibatnya, tunggakan biaya siswa tetap menjadi tunggakan
yang tidak tertuntaskan.
Tantangan terberat akhirnya dipikul pihak sekolah. Dalam hal
ini sekolah dituntut untuk aktif, proaktif, dan bahkan kreatif merayu siswa dan
orang tua siswa agar segera menuntaskan tunggakan biaya sekolah. Ini adalah
beban tambahan pihak sekolah yang potensial menurunkan kredibilitas sekolah.
Beban ini semakin berat, karena di saat yang bersamaan pihak sekolah harus
meningkatkan pelayanannya terhadap siswa lainnya menjelang ulangan kenaikan
kelas. Tantangan berikutnya, yakni pola komunikasi dengan dinas pendidikan
manakala ada siswa dan orang tua siswa yang membandel dan bahkan membangkang. Kepala
sekolah diyakini tidak berani atau malu melaporkan fakta itu. Karena, dicap
tidak mampu mengelola siswa dan berkoordinasi dengan komite sekolah. Hal Ini karena
sangat berkaitan dengan prestise dan prestasi sekolah. Akibatnya, beban
anggaran semakin berat ditanggung sekolah. Oleh karena itu, sangat bijaksana
jika semua pihak mengkaji dan mencarikan solusi terhadap fenomena penahanan
ijazah siswa, sehingga pelayanan pendidikan semata-mata untuk kepentingan peningkatan
kualitas pendidikan. (Gede Putra
Adnyana, Busungbiu, Buleleng, Bali)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Komentar Pembaca adalah Kebahagiaan Penulis