Pendidikan Tulang Punggung Pertanian Dan Pariwisata

PENDIDIKAN TULANG PUNGGUNG PERTANIAN DAN PARIWISATA
Oleh: Gede Putra Adnyana
Tahun 2010 perekonomian nasional diprediksi tumbuh hingga 6% seiring pemulihan ekonomi global (Bali Post, 7/1 2010).  Bagaimana dengan perekonomian Bali? Berdasarkan analisis Bank Indonesia,  pertumbuhan ekonomi Bali hingga triwulan ketiga tahun 2009 mencapai 4,17 persen. Sedangkan kontribusi sektor pertanian pada pertumbuhan ekonomi Bali hanya mencapai 10 persen. Sementara itu, Jeffrey Kairupan, Direktur Regional Bank Indonesia Denpasar menyebutkan selama tahun 2009 pertumbuhan ekonomi Bali lebih banyak disumbangkan dari sektor pariwisata  (selebzone.com, 17/12 2009).  Mencermati data-data tersebut, patut disimpulkan bahwa pada tahun 2010 perekonomian Bali masih signifikan dipengaruhi oleh sektor pertanian dan pariwisata. Agar perekonomian Bali mampu tumbuh seirama dan bahkan melewati prediksi pertumbuhan ekonomi nasional, maka sektor pertanian dan pariwisata harus mendapat perhatian serius oleh semua pihak yang berkepentingan.
Peningkatan pertumbuhan sektor pertanian dan pariwisata tidak terlepas dari kualitas sumber daya manusia (SDM). Sedangkan kualitas SDM berhubungan langsung dengan kualitas pendidikan. Oleh karena itu menghadirkan pendidikan yang link and match dengan sektor pertanian dan pariwisata adalah keniscayaan. Kuantitas dan kualitas pendidikan yang berhubungan dengan kepariwisataan di Bali telah memadai. Pendidikan kepariwisataan hadir mulai dari Sekolah Menengah Kejuruan (SMK), Program Diploma I, II, III, dan IV, sekolah tinggi, sampai universitas. Sehingga, tidak mengherankan jika pertumbuhan kepariwisataan Bali berkembang lebih cepat dan lebih terarah dibanding sektor pertanian.
Hal yang kontradiktif terjadi pada sektor pertanian. Sekolah menengah kejuruan pertanian yang dulu pernah berjaya, kini hilang tak berbekas. Kondisi ini berimplikasi kepada tidak pedulinya generasi muda pada sektor pertanian. Fakta yang diungkapkan oleh Antara (2009) dalam bukunya berjudul, Pertanian, Bangkit, atau bangkrut?, menyebutkan bahwa sumbangan sektor pertanian pada Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Bali terus merosot, dan kini hanya tinggal sekitar 19%. Sementara itu, orang yang bekerja di sektor pertanian paling besar yakni sekitar 48%.
Lalu, apa yang mesti dilakukan? Perubahan pardigma masyarakat, pihak swasta, dan terutama pemerintah terhadap sektor pertanian harus segera dilakukan. Perubahan paradigma ini diyakini bersifat lintas sektoral, sehingga dapat menyentuh sektor pendidikan, ketenegakerjaan, dan perpajakan. Beberapa terobosan dapat dilakukan berkaitan dengan perubahan paradigma dimaksud. Pertama, menghadirkan kembali lembaga pendidikan yang berorientasi pertanian. Lembaga pendidikan pertanian, dapat menyentuh pada tingkat pendidikan dasar, menengah dan tinggi. Pada pendidikan menengah, hendaknya lebih banyak dihadirkan SMK pertanian. Tidak seperti kondisi saat ini yang lebih banyak dibangun SMK Teknologi Informasi dan SMK Pariwisata. Membangun SMK Pertanian di pedesaan akan lebih relevan ketimbang SMK TI atau SMK Pariwisata. Karena, peluang siswa untuk mengaplikasikan ilmunya dalam kehidupan nyata sehari-hari lebih terbuka. Hadirnya SMK Pertanian yang didukung dengan jaminan mereka akan dipekerjakan, diyakini mampu mengubah pola pikir generasi muda terhadap sektor pertanian. Nuansa kotor, kumal, dekil, dan miskin bagi orang yang bekerja di sektor pertanian harus segera diubah dengan paradigma pertanian modern. Pemanfaatan teknologi modern dalam bidang pertanian harus dibumikan sehingga berpotensi mempercepat pertumbuhan sektor pertanian.
Kedua, memasukkan mata pelajaran pertanian atau teknologi pertanian dalam kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP). Saat ini, hampir tidak ada sekolah di Bali yang memasukkan kajian pertanian ke dalam struktur kurikulum inti maupun kurikulum muatan lokal. Akibatnya, siswa baik di tingkat pendidikan dasar maupun menengah tidak pernah disuguhkan dengan permasalahan pertanian dalam pembelajarannya. Implikasinya, kepedulian generasi muda terhadap sektor pertanian menjadi sangat rendah. Di pihak lain, dalam kehidupan sehari-hari di luar jam sekolah, siswa di pedesaan lebih banyak berinteraksi dengan dunia pertanian. Sehingga materi yang dipelajari di sekolah sering tidak dapat diaplikasikan di dunia nyata. Hal yang berbeda akan terjadi, manakala siswa mendapat materi tentang pertanian atau teknologi pertanian. Siswa dengan segera dapat mengaplikasikan ilmunya, sehingga paradigma pembelajaran kontruktivistik dapat diwujudnyatakan.
Ketiga, lahan pertanian aktif hendaknya mendapatkan subsidi pajak dari pemerintah. Banyak keluhan dari kalangan petani, terutama pemilik tanah, tentang pajak yang harus dibayar. Seringkali penghasilan dari usaha pertanian tidak sebanding dengan pajak yang harus dibayar. Kondisi ini memicu penjualan lahan pertanian sehingga berpotensi terjadi alih fungsi lahan. Jika kondisi ini terus terjadi maka lahan pertanian semakin menyusut. Akibatnya, pertumbuhan sektor pertanian semakin menurun. Impilkasinya, kebergantungan sektor pertanian Bali dengan daerah lain semakin tinggi sehingga dapat mengganggu kinerja kepariwisataan Bali.
Pendidikan yang berorientasi pertanian dan kepariwisataan diyakini mampu memperkuat sendi-sendi perekonomian. Oleh karena itu, pendidikan dapat dipandang sebagai tulang punggung sektor pertanian dan pariwisata. Dengan demikian, mengintegrasikan sektor pendidikan, pertanian dan pariwisata untuk meningkatkan pertumbuhan perekonomian Bali tahun 2010 adalah keniscayaan.

Artikel Terkait:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Komentar Pembaca adalah Kebahagiaan Penulis