Karya:
Agus R. Sarjono
Selamat pagi pak, selamat pagi bu, ucap anak sekolah dengan
sapaan palsu.
Lalu
merekapun belajar sejarah palsu dari buku-buku palsu.
Di
akhir sekolah mereka terperangah melihat hamparan nilai mereka yang palsu.
Karena
tak cukup nilai, maka berdatanganlah mereka ke rumah-rumah bapak dan ibu guru untuk
menyerahkan amplop berisi perhatian
dan rasa hormat palsu.
dan rasa hormat palsu.
Sambil
tersipu palsu dan membuat tolakan-tolakan palsu, akhirnya pak guru dan bu guru
terima juga amplop itu sambil berjanji palsu untuk mengubah nilai-nilai palsu
dengan nilai-nilai palsu yang baru.
Masa
sekolah demi masa sekolah berlalu, merekapun lahir sebagai ekonom-ekonom palsu,
ahli hukum palsu, ahli pertanian palsu, insinyur palsu.
Sebagian
menjadi guru, ilmuwan atau seniman palsu.
Dengan
gairah tinggi mereka menghambur ke tengah pembangunan palsu dengan
ekonomi palsu sebagai panglima palsu.
Mereka
saksikan ramainya perniagaan palsu dengan ekspor dan impor palsu yang mengirim
dan mendatangkan berbagai barang kelontong kualitas palsu.
Dan
bank-bank palsu dengan giat menawarkan bonus dan hadiah-hadiah palsu tapi
diam-diam meminjam juga pinjaman dengan ijin dan surat palsu kepada bank negeri
yang dijaga pejabat-pejabat palsu.
Masyarakatpun
berniaga dengan uang palsu yang dijamin devisa palsu.
Maka uang-uang
asing menggertak dengan kurs palsu sehingga semua blingsatan dan terperosok
krisis yang meruntuhkan pemerintahan palsu ke dalam nasib buruk palsu.
Lalu
orang-orang palsu meneriakkan kegembiraan palsu dan mendebatkan gagasan-gagasan
palsu di tengah seminar dan dialog-dialog palsu menyambut tibanya demokrasi
palsu yang berkibar-kibar begitu nyaring dan palsu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Komentar Pembaca adalah Kebahagiaan Penulis