Ujian
Nasional (UN) sampai saat ini masih menjadi isu menarik untuk diperbincangkan.
Karena, begitu banyak fenomena unik dan menggelitik terjadi bersamaan dengan
digelarnya UN. Fenomena itu sebagian besar berupa upaya dari pihak-pihak
terkait yang bermuara agar siswa dapat lulus 100%. Walaupun terkadang
mengingkari hati nurani. Fenomena menarik itu sudah mulai muncul pada UN 2013,
walaupun penyelenggaraannya masih beberapa bulan lagi.
Masih
terngiang dalam ingatan, tentang perubahan UN 2013 yang bakal menerapkan 20
paket soal di setiap ruangan. Artinya, setiap siswa mendapatkan soal berbeda.
Lalu, muncul wacana menyelenggarakan UN 2013 tanpa pengawas. Dasar
pemikirannya, kehadiran pengawas membuat suasana kejiwaan siswa dalam
mengerjakan soal tidak tenang. Sehingga, pengawasan cukup dilakukan dari jarak
jauh. Dan, yang terkini muncul lagi wacana yang cukup menggerahkan hati suasana
pihak-pihak yang berkepentingan dengan UN, terutama para siswa. Wacana itu
adalah rencana meningkatkan standar kelulusan UN 2013 menjadi 6,0.
Peningkatan
standar kelulusan UN dari 5,5 menjadi 6,0 memang merupakan upaya yang logis
dari pemerintah untuk meningkatkan kualitas pendidikan nasional. Fenomena ini
merupakan tantangan tersendiri kepada stakeholders pendidikan. Tantangan
pertama dan utama dihadapi oleh pihak sekolah dan terutama siswa, yaitu agar
dapat menembus standar kelulusan itu. Pihak sekolah dan terutama siswa dituntut
untuk meningkatkan persiapan diri lebih baik. Persiapan harus dilakukan
sungguh-sungguh dan jauh dari unsur paksaan. Karena, terdapat sinyalemen bahwa
saat ini telah terjadi degradasi motivasi belaja di kalangan siswa. Kondisi
ini, memunculkan tantangan lain, yaitu upaya menyusun strategi jitu agar dapat
lulus dalam UN. Terkadang strategi yang direncanakan tidak fair dan
menghalalkan segala cara. Jika itu terjadi, maka fenomena ini sesungguhnya
telah meracuni moral dan kepribadian peserta didik.
Namun,
pihak kementerian Pendidikan dan Kebudayaan punya alternatif lain, yaitu standar
nilainya tetap 5,5 tetapi derajat kesulitan soal ditingkatkan. Pada tahun
2012 proporsi tingkat kesulitan soal adalah 10 persen mudah, 80 persen sedang,
dan 10 persen sukar. Formulasi pada tahun 2013 kemungkinan menjadi 10 persen
mudah, 70 persen sedang, dan 20 persen sukar. Walau proporsi ini belum final,
tetapi patut diduga bahwa penyelenggaraan UN 2013 akan lebih memberatkan siswa.
Karena, setiap perubahan niscaya memerlukan adaptasi. Dan adaptasi inilah yang
akhirnya menimbulkan tindakan tidak fair dari kalangan yang ingin mendapatkan
hasil memuaskan, tetapi dengan kerja yang tidak berat. Maklum itu adalah sifat
manusia yang pragmatis dan opurtunis.
Untuk penyelenggaraan Ujian Nasional (UN) pada tahun
2013 nanti,
ternyata pemerintah telah menetapkan bahwa batas nilai minimum kelulusan bagi
para siswa ditargetkan tetap pada angka 5,5. Namun meski batas nilai minimum
kelulusan tidak diubah, bobot soal rencananya yang akan diubah. Dalam hal ini
tingkat kesulitan soal dinaikkan. Artinya, aka nada beban tambahan bagi siswa
dan guru untuk meningkatkan kesiapan siswa menghadapi UN.
Apapun
rencana pemerintah, maka semestinya stakeholders pendidikan harus menyatakan
siap. Kesiapan hendaknya dipertanggungjawabkan dengan sungguh-sungguh. Guru
sebagai garda terdepan sudah saatnya menunjukkan kemampuannya dalam membimbing
dan melayani siswa demi kesuksesan. Oleh karena itu, hendaknya pemerintah,
terutama pemerintah daerah jangan mengghancurkan semangat para guru dengan
melakukan penekanan-penekanan. Penekanan yang paling kentara adalah ancaman
mutasi, akibat berbeda pendapat dan pilihan. Karena begitu isu mutasi mendera,
maka suasana menjadi tidak nyaman dan kinerja dipastikan menurun. Jadi, semua
pihak harus bersinergi mencerdaskan kehidupan bangsa. Semoga.
Sumber:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Komentar Pembaca adalah Kebahagiaan Penulis