Mengkritisi Rekrutmen Guru

HANYA ORANG KAYA BISA JADI GURU
Oleh: Gede Putra Adnyana
Hasil penelitian Goodlad (dalam Idris, 2005), menyimpulkan bahwa peran guru amat signifikan terhadap kualitas keberhasilan proses pembelajaran. Ketika para guru telah memasuki ruangan dan menutup pintu kelas, maka kualitas pembelajaran akan lebih banyak ditentukan guru. Oleh karena itu, kehadiran guru yang profesional adalah suatu keniscayaan dalam rangka mewujudnyatakan proses dan hasil belajar yang berkualitas. Doyle (dalam Dunne & Wrag, 1996:11), melakukan telaah terhadap efektivitas mengajar guru, menyimpulkan bahwa terdapat hubungan antara kemampuan guru dengan efektivitas pembelajaran. Semakin tinggi kemampuan guru (kompetensi guru), maka semakin efektif guru dalam menyelenggarakan pembelajaran.
Beberapa kemampuan guru yang diperlukan dalam melaksanakan pembelajaran adalah kemampuan untuk merencanakan dan merancang perangkat pembelajaran serta menerapkan model pembelajaran yang tepat, kreatif dan inovatif. Hal ini sesuai dengan yang dianjurkan oleh Dunalp dan Grabinger (1996), guru dituntut untuk kreatif mengembangkan aktivitas yang dapat mendorong para siswa untuk membangun pengetahuan dan pembelajaran mereka (Dasna dan Sutrisno, 2004). Oleh karena itu, sangat perlukan guru yang kompeten, kempetitif, dan kreatif. Dengan demikian, peran dan fungsi guru tak terbantahkan dalam meningkatkan kualitas pembelajaran pada khususnya dan pendidikan pada umumnya. Jika sedemikian strategis peran dan fungsi guru untuk kemajuan pendidikan, sudahkah profesi guru mendapatkan perhatian serius dari stakeholders pendidikan?
Terdapat empat sistem yang layak dijadikan bahan kajian untuk menjawab permasalahan tentang guru, yaitu 1) rekrutmen, 2) pembinaan, 3) evaluasi dan pengawasan, serta 4) reward dan punishment. Keempat sistem ini merupakan satu kesatuan yang utuh dan tidak dapat dipisahkan, karena satu dengan yang lainnya saling mempengaruhi. Jika keempat sistem ini berkualitas, maka diyakini akan menghasilkan guru yang profesional.
Perkara Sistem Rekrutmen Guru
Guru yang berkualitas dapat dihasilkan dari sistem rekrutmen yang berkualitas pula. Namun, apa mau di kata, ternyata sistem rekrutmen guru sungguh sangat tidak proporsional dan profesional. Fenomena suap sepertinya sudah menjadi rahasia umum. Fakta adanya suap menyuap tidak dapat dipungkiri, tetapi sulit dibuktikan secara hukum. Calon guru yang mampu menyediakan dan menyerahkan uang dengan jumlah tertentu diyakini akan lulus menjadi guru. Walaupun, kemampuan calon guru tersebut sangat standar bahkan cenderung memprihatinkan. Tetapi, kekuatan uang mampu mengangkat dan menyempurnakan kekurangan itu. Kesepakatan ini terjadi antara calon guru dengan pihak-pihak tertentu yang memiliki koneksi dengan orang-orang dalam pemerintahan. Walaupun diketahui oleh pihak-pihak lain yang merasa dirugikan, tetapi sulit dicari fakta hukumnya. Sungguh merupakan fenomena untuk melembagakan kecurangan, kejahatan, ketidakjujuran, dan keangkaramurkaan.
Lalu, siapa yang bermain dalam lingkaran ini? Jawaban pertama dan utama adalah oknum-oknum pejabat pemegang kebijakan untuk perekrutan PNS (guru). Patut diduga, perekrutan PNS (guru) dijadikan sebagai lahan memperkaya diri sendiri oleh segelintir orang yang mempunyai kekuasaan. Tidak dapat dipungkiri, fenomena ini adalah Korupsi Tak Kentara. Korupsi tak kentara ini dilakukan oleh oknum-oknum tertentu dalam pemerintahan yang memegang jabatan. Pada umumnya, jabatan itupun diperoleh karena adanya dukungan politik dari partai politik tertentu. Ternyata kekuasaan dan politik, juga bagian yang tak terpisahkan dari sistem perekrutan guru. Karena, kekuasaan tanpa dukungan politik, saat ini nyaris tidak mungkin. Demikian pula sebaliknya, partai politik tanda dukungan kekuasaan akan lambat berkembang. Kekuasaan dapat diwujudkan bahkan dilestarikan jika mendapat dukungan politik dari partai politik. Sebaliknya, partai politik dapat lebih leluasa mengembangkan sayapnya, jika mendapat dukungan dari penguasa. Fenomena inilah yang semakin mempersulit membuka tabir bobroknya sistem perekrutan PNS (guru). Sungguh sebuah lingkaran setan yang menyesatkan dan menghancurkan.
Dengan adanya kasus suap menyuap maka uang adalah raja dan kualitas tidak penting. Apalagi adanya kebijakan memberikan kewenangan pemerintah daerah untuk penyelenggarakan perekrutan guru, maka semakin mudah KKN itu dilaksanakan. Akibatnya, lahirlah guru-guru yang tidak memiliki kualitas memadai. Bahkan, muncul pemeo di masyarakat, PNS (guru) hanya untuk orang kaya. Karena, hanya meraka yang mampu membayar dengan jumlah besar yang akan lulus menjadi guru. Ketika menjadi guru, sudah mengeluarkan uang yang banyak, maka akan muncul dalam pikiran mereka bagaimana cara mengembalikan uang tersebut secepat-cepatnya dalam jumlah yang lebih banyak. Akibatnya, kinerja dan kualitas bukan ukuran, tetapi pengembalian uang yang lebih penting. Fenomena ini sungguh sangat bertentangan dengan tujuan mulia dari Pendidikan Nasional. Jika, sistem rekrutmennya saja sudah tidak berkualitas, bagaimana mungkin menghasilkan guru yang berkualitas. Sistem rekrutmen guru yang memberikan ruang untuk KKN, diyakini akan menghadirkan guru yang tidak profesional. Akibatnya, sedikit demi sedikit namun pasti, akan menghancurkan pendidikan, bangsa dan negara.
Mari pikirkan solusinya demi masa depan Bangsa dan Negara!!!


Artikel Terkait:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Komentar Pembaca adalah Kebahagiaan Penulis