Salah satu alasan peluncuran kurikulum 2013
karena kemampuan matematika dan sains siswa Indonesia tidak menunjukkan
peningkatan. Hal itu disampaikan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Mohammad
Nuh, berdasarkan pencermatan terhadap hasil studi Trends in International Mathematics and
Science Study (TIMSS) pada
2007 dan 2011. Laporan TIMSS tahun 2011, menyebutkan bahwa nilai rata-rata
matematika siswa Indonesia menempati urutan ke-38 dari 42 negara. Sedangkan untuk
sains justru lebih mengecewakan lagi, yaitu menempati urutan ke-40 dari 42
negara. Sebagian besar siswa hanya mampu mengerjakan soal sampai level menengah
saja sehingga disinyalir ada perbedaan bahan ajar di Indonesia dengan yang
diujikan di tingkat internasional.
Kondisi tersebut menyebabkan Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan menduga ada yang perlu disempurnakan pada Kurikulum
Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Selama pemberlakuan KTSP tidak menunjukkan
perkembangan yang signifikan terhadap kemampuan siswa di Indonesia. Dengan kata
lain, patut diduga ada ketidaksesuaian antara kompetensi dasar KTSP dengan
materi TIMSS.
Berkaitan dengan itu, peluncuran kurikulum
2013 diharapkan dapat menjawab berbagai kekurangan tersebut. Dalam kurikulum 2013
akan dilakukan beberapa perubahan, yaitu kompetensi dasar yang ada akan
mengikuti standar kompetensi lulusan, tujuannya dirumuskan dulu, baru disiapkan
komponennya.
Berbagai perubahan substansi dan proses pada
kurikulum 2013 akan efektif sepanjang implementatornya menyadari dan memahami
dengan baik dan benar. Lalu, siapakah implementator yang dimaksud? Mereka adalah
para guru. Jadi guru harus dijadikan sebagai subjek, garda terdapan, yang patut
mendapat perhatian sungguh-sungguh, dan bebas dari berbagai kepentingan
politik. Guru harus ditata, dikelola, dibimbing, dan ditingkatkan kualitasnya
dari tahun ke tahun. Dalam konteks inilah maka peningkatan kesejahteraan guru
adalah keniscayaan. Apa yang terjadi dengan penataan pendidikan di Finlandia wajib
dihjadikan contoh. Di mana, guru mendapatkan perhatian serius dari pemerintah.
Lulusan terbaik siswa pasti memilih dan diarahkan menjadi guru. Tugas guru diarahkan
untuk bertanggung jawab terhadap pendidikan siswa tanpa dicemari oleh pekerjaan
dan tugas lainnya. Kesejahteraan guru mendapat perhatian pemerintah secara
sungguh-sungguh. Tidak ada cerita arogansi pemerintah daerah dengan melakukan
mutasi secara membabi buta dengan alasan penyegaran atau reward dan punishment.
Pendek kata, Tidak ada politisasi pendidikan. Pendidikan adalah untuk
pendidikan demi mencerdaskan kehidupan bangsa.
Tersedia juga di:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Komentar Pembaca adalah Kebahagiaan Penulis