20 Paket Soal dan Tanpa Pengawas pada UN 2013


Wacana perubahan diseputar penyelenggaraan ujian nasional (UN) tahun 2013 terus bergulir. Wacana terkini adalah penggunaan 20 paket soal dan penyelenggaraan UN tanpa pengawas. Pemerintah melalui Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan telah mempersiapkan segalanya. Pemerintah bersikeras mempertahankan penyelenggaraan UN 2013 dengan segala kelebihan dan kekurangannya. Dapatkah kedua strategi itu mereduksi dugaan kecurangan dan meningkatkan kualitas serta tingkat kepercayaan publik terhadap penyelenggaraan UN?

Sangat disadari oleh berbagai pihak, kecurangan pada penyelenggaraan UN 2012 masih terjadi. Kecurangan baik bersifat teknis maupun non teknis tidak dapat dihindari. Kecurangan ini ada yang terpublikasikan secara luas. Namun, ternyata lebih banyak yang tidak dipublikasikan. Hal ini karena berlangsung pada lingkaran orang-orang yang memiliki kepentingan sama. Sehingga lenyap ditelan bumi. Dalam konteks inilah, pemerintah mengeluarkan kebijakan menggunakan 20 paket soal UN. Kebijakan ini dikeluarkan untuk mengurangi kecurangan dan mengintegrasikan hasil UN sebagai instrumen untuk masuk Perguruan Tinggi Negeri (PTN).  Mampukah kebijakan ini merduksi kecurangan itu? Agaknya, ini perlu pembuktian lebih lanjut.

Rencana pemerintah ini tak pelak lagi menuai pro dan kontra. Pemerhati pendidikan Arief Rahman mendukung rencana pemerintah untuk membuat tipologi soal Ujian Nasional (UN) menjadi dalam 20 tipe soal yang beragam. Dengan catatan, strategi akuntabilitas ini tetap harus memenuhi standar kualitas pendidikan dan  evaluasi yang merata.  Karenanya pemerintah, dalam hal ini Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) mesti memperhatikan proses penyusunan tipologi soal agar tetap mementingkan kualitas dan mengindahkan azas keadilan. 

Namun, rencana pemerintah tersebut mendapat penolakan dari beberapa stakeholders pendidikan. Sekretaris Jenderal Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI), Retno Listiyarti berencana melakukan penolakan terhadap kebijakan pemerintah menambah jumlah paket soal Ujian Nasional (UN). Alasannya, kebijakan baru tersebut akan menyebabkan kecurangan dalam UN kian masif dan sistemik.

Selama UN dijadikan sebagai salah satu penentu kelulusan siswa, maka selama itu juga kecurangan UN akan terjadi. Karena semua pelaku pendidikan, mulai dari pemerintah daerah, sekolah, guru, siswa, dan bahkan orang tua siswa menjadikan kelulusan sebagai tolok ukur keberhasilan. Akibatnya, muncul berbagai daya upaya, bahkan dengan menghalalkan segala cara agar hasil UN tidak jeblok. Ketika ada paradigm seperti itu, yakinkah bahwa penggunaan 20 paket soal UN 2013 akan menghadirkan kejujuran? Sekali lagi, ini perlu pembuktian.

Di lain pihak pemerintah terus berusaha menggulirkan strategi jitu mereduksi kecurangan UN. Pemerintah melalui Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) kembali melontarkan gagasan baru menjelang Ujian Nasional (UN) 2013, yaitu UN tanpa pengawas ruang ujian. Mendikbud mengatakan, bahwa ketatnya penjagaan dan pengawasan pelaksanaan UN menyebabkan stigma negatif yang mengalahkan semangat kejujuran.

Apakah yang bakal terjadi manakala menggunakan 20 paket soal dan tanpa kehadiran pengawas dalam penyelenggaraan UN 2013? Betapa sulit dibayangkan, bagaimana situasi dan kondisi yang bakal terjadi di dalam ruang ujian. Karena, ketika ada pengawas di ruangan, kecurangan itu terjadi. Bagaimana kalau tidak ada pengawas di ruangan? Apalagi setiap siswa mendapatkan soal berbeda. Dapat dibayangkan betapa gaduhnya ruangan UN. Lalu, ada wacana pengawasan UN dilakukan dari jarak jauh atau menggunakan CCTV. Mungkinkah? (Gede Putra Adnyana, SMAN 2 Busungbiu, Buleleng).




Artikel Terkait:

1 komentar:

Komentar Pembaca adalah Kebahagiaan Penulis