Tragedi Mesuji (Lampung) dan bentrok berdarah di Sape (Bima, Nusa Tenggara Barat) adalah kasus teranyar yang menjadi penutup di pengujung tahun 2011. Begitu mudah masyarakat terbakar amarah, meledak, dan bermuara menjadi kekerasan. Aparat penegak hukum seolah larut dalam irama kekerasan itu. Ada apa dengan bangsa ini?
Kehilangan akal sehat dan bahkan rasa persaudaraan mulai menjalar dalam sendi-sendi kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Kepentingan menjadi raja. Jika kepentingan tidak terpenuhi, provokator merajalela. Akhirnya, bentrok massa tak terhindarkan. Kepentingan sangat dekat dengan kekuasaan. Dan kekuasaan semakin ramai, manakala otonomi daerah (Otda) dikumandangkan. Jadi, patut diduga Otda adalah bagian tak terpisahkan dari berbagai kerusuhan dan kekerasan di tengah masyarakat. Apa argumentasinya?
Dengan penerapan Otda maka membuka peluang lebih banyak hadirnya raja-raja kecil. Dipastikan, setiap raja memiliki pasukan (pendukung) fanatis. Raja yang merasa memiliki massa lebih banyak cenderung lebih berani membuat keputusan. Walupun keputusan itu terkadang merugikan dan bahkan menyakiti masyarakat. Ketika terjadi penolakan terhadap keputusan itu, maka terjadilah adu kekuatan massa. Artinya, masyarakat yang notabene bersaudara dibenturkan. Maka musnahlah persaudaraan dan menjelma menjadi permusuhan. Bahkan permusuhan ini sangat berbahaya, karena terjadi di tengah masyarakat yang selalu berinteraksi setiap hari dengan jarak yang amat sangat dekat. Potensi tindak kekerasan tak terelakkan. Ini bukan lagi api dalam sekam, tetapi bom waktu yang tinggal menunggu waktu untuk meledak di tengah masyarakat. Bom yang pasti akan menghancurkan tatanan kehidupan bermasyarakat. Ternyata penerapan Otda berpotensi menceraiberaikan rasa persaudaraan di tengah masyarakat.
Imbas lain dari Otda yakni, munculnya ketimpangan kesejehteraan yang sangat lebar antara satu daerah dengan daerah lain. Otda menyulitkan pemerintah provinsi, apalagi pusat untuk meratakan kesejahteraan di seluruh tanah air Indoensia. Daerah yang miskin tak berkutik, sementara daerah kaya semakin bangga dengan kekayaannya. Akhirnya, munculnya benih kecemburuan sosial yang sewaktu-waktu meledak menjadi permusuhan dan kekerasan. Daerah berbatasan yang memiliki potensi kekayaan alam besar, sangat mudah dipertentangkan dengan berbagai dalih demi peningkatan kesejahteraan. Daerah perbatasan kaya menjadi daerah konflik. Masing-masing pemda berusaha mempertahankan dan atau mengklaim wilayah itu sebagai bagian daerahnya. Maka dapat dibayangkan, akan terjadi perebutan wilayah yang akhirnya bermuara pada saling bunuh tak berkesudahan. Pendek kata, Otda telah menjadi pemicu dan pemacu permusuhan/bentrok antarmassa. Sebuah potensi disintegrasi bangsa.
Tentu masih banyak argumentasi logis dan ilmiah yang dapat diberikan berkaitan dengan kekurangan/kelemahan penerapan Otda. Walau tak dapat dimungkiri ada juga kelebihannya. Namun, dari sekian tahun perjalanan Otda ternyata lebih banyak mudarat ketimbang manfaat. Oleh karena itu, patut dilakukan kajian ulang terhadap eksistensi Otda. Hal ini semata-mata demi kesejahteraan dan kedamaian kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Mungkinkah?
Tulisan Lainnya:
http://www.kompasiana.com/putradnyana
Kehilangan akal sehat dan bahkan rasa persaudaraan mulai menjalar dalam sendi-sendi kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Kepentingan menjadi raja. Jika kepentingan tidak terpenuhi, provokator merajalela. Akhirnya, bentrok massa tak terhindarkan. Kepentingan sangat dekat dengan kekuasaan. Dan kekuasaan semakin ramai, manakala otonomi daerah (Otda) dikumandangkan. Jadi, patut diduga Otda adalah bagian tak terpisahkan dari berbagai kerusuhan dan kekerasan di tengah masyarakat. Apa argumentasinya?
Dengan penerapan Otda maka membuka peluang lebih banyak hadirnya raja-raja kecil. Dipastikan, setiap raja memiliki pasukan (pendukung) fanatis. Raja yang merasa memiliki massa lebih banyak cenderung lebih berani membuat keputusan. Walupun keputusan itu terkadang merugikan dan bahkan menyakiti masyarakat. Ketika terjadi penolakan terhadap keputusan itu, maka terjadilah adu kekuatan massa. Artinya, masyarakat yang notabene bersaudara dibenturkan. Maka musnahlah persaudaraan dan menjelma menjadi permusuhan. Bahkan permusuhan ini sangat berbahaya, karena terjadi di tengah masyarakat yang selalu berinteraksi setiap hari dengan jarak yang amat sangat dekat. Potensi tindak kekerasan tak terelakkan. Ini bukan lagi api dalam sekam, tetapi bom waktu yang tinggal menunggu waktu untuk meledak di tengah masyarakat. Bom yang pasti akan menghancurkan tatanan kehidupan bermasyarakat. Ternyata penerapan Otda berpotensi menceraiberaikan rasa persaudaraan di tengah masyarakat.
Imbas lain dari Otda yakni, munculnya ketimpangan kesejehteraan yang sangat lebar antara satu daerah dengan daerah lain. Otda menyulitkan pemerintah provinsi, apalagi pusat untuk meratakan kesejahteraan di seluruh tanah air Indoensia. Daerah yang miskin tak berkutik, sementara daerah kaya semakin bangga dengan kekayaannya. Akhirnya, munculnya benih kecemburuan sosial yang sewaktu-waktu meledak menjadi permusuhan dan kekerasan. Daerah berbatasan yang memiliki potensi kekayaan alam besar, sangat mudah dipertentangkan dengan berbagai dalih demi peningkatan kesejahteraan. Daerah perbatasan kaya menjadi daerah konflik. Masing-masing pemda berusaha mempertahankan dan atau mengklaim wilayah itu sebagai bagian daerahnya. Maka dapat dibayangkan, akan terjadi perebutan wilayah yang akhirnya bermuara pada saling bunuh tak berkesudahan. Pendek kata, Otda telah menjadi pemicu dan pemacu permusuhan/bentrok antarmassa. Sebuah potensi disintegrasi bangsa.
Tentu masih banyak argumentasi logis dan ilmiah yang dapat diberikan berkaitan dengan kekurangan/kelemahan penerapan Otda. Walau tak dapat dimungkiri ada juga kelebihannya. Namun, dari sekian tahun perjalanan Otda ternyata lebih banyak mudarat ketimbang manfaat. Oleh karena itu, patut dilakukan kajian ulang terhadap eksistensi Otda. Hal ini semata-mata demi kesejahteraan dan kedamaian kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Mungkinkah?
Tulisan Lainnya:
http://www.kompasiana.com/putradnyana
Artikel Terkait:
Politik
- Anggota DPR dan DPD RI 2014-2019 Dapil Bali
- Anggota DPRD 2014 – 2019 Hasil Penetapan KPUD Buleleng
- 3 Risiko Lembaga Negara Melobi Oknum DPR
- Politisi Berbasis Massa dan Uang Berpotensi Rakus
- Hari Pertama Lomba DPD RI 2012
- Pengumuman: 20 Nama Pemenang Lomba Online DPD 2012
- Pengumuman: 100 Nama Kandidat Pemenang Lomba DPD RI 2012
- Lomba Blog dan Twit DPD RI 2011
- Guru Jadi 'Alat Politik'
- Pasal? Anda Jual, Kami Beli
- Daftar Menteri Yang Terkait Reshuffle 2011
- Panca Gila
- Para Tikus dan Poli Tikus
Suara Hati
- Mengapa Umat Hindu Melaksanakan Siwa Ratri?
- Sajak Palsu
- Hati-hati dengan Hati!
- Hati-Hati dengan Hati
- Lomba Blog dan Twitter DPD RI (Catatan Hari Kedua)
- Pengumuman: 100 Nama Kandidat Pemenang Lomba DPD RI 2012
- Gede Putra Adnyana: Profesi Guru Panggilan Nurani
- Putuskan Benang Itu!
- Utak Atik Tahun 2012
- Catur Dharma DPD RI
- Refleksi Tahun 2011
- Kearifan Lokal Sebagai Generator Kesejahteraan Rakyat
- Guru Jadi 'Alat Politik'
- Pasal? Anda Jual, Kami Beli
- Gaji Peneliti Vs Guru Peneliti
- Molor yang Menyesakkan
- Hati-Hati Dengan Hatimu!
- Perkara Tenaga Honorer Jadi PNS
- Panca Gila
- Ada Apa dengan Bidik Misi
- MENGGUGAT DESENTRALISASI PENDIDIKAN
- Perkara Sistem Rekrutmen Guru
- UN Versus Kejujuran
- Mengkritisi Rekrutmen Guru
Artikel
- Konsep Tri Angga Busana Adat Bali
- Narasi dan Eksekusi Sampah Plastik dalam Pararem
- Bentuk Soal UN 2015 yang Menakutkan
- Ada Apa dengan UN 2015?
- Reaksi Reduksi dan Oksidasi (Bagian-1)
- Mengapa Umat Hindu Melaksanakan Siwa Ratri?
- UN 2015 Tidak Lagi Penentu Kelulusan
- Siapa Bilang Kurikulum 2013 Dicabut?
- Sasaran Dan Penilaian Kerja Pegawai
- Penerapan K-13 untuk Sekolah Terpilih
- Memuliakan Guru, Mungkinkah?
- 7 Alasan Orang Kaya Pelit Sumbangan
- Menuju Hybrid Learning Models Pada Kurikulum 2013
- Hitam Putih Kurikulum 2013 di Tangan Guru
- Ketika Nilai Rapor untuk SNMPTN
- Menggantung Harapan Pada Tim TPG
- Kampus Terpopuler Asia 2013
- Guru Menulis: Momentum dan Tantangan
- Ancaman UN di Kelas XI
- Lenyapnya RSBI-SBI
- 24 Jam Tatap Muka Perminggu Kurang Proporsional
- 5 Unsur Esensial Inquiry
- Hati-Hati Merekrut Pelatih Inti Untuk Kurikulum 2013
- Karut Marut TPG Bukti Ketidakberpihakan Pemerintah
- Penyiapan Guru Sebagai Implementator Kurikulum 2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Komentar Pembaca adalah Kebahagiaan Penulis