MODEL SIKLUS BELAJAR HIPOTETIS DEDUKTIF
Oleh: Gede Putra Adnyana
Model siklus belajar pertama kali dikembangkan oleh Robert Karplus dari Universitas California, Barkley tahun 1970-an. Karplus mengidentifikasi adanya tiga fase yang digunakan dalam model pembelajaran ini yaitu preliminary exploration, invention, dan discovery. Berkaitan dengan tiga fase dalam learning cycle, Charles Barman dan Marvin Tolman menggunakan istilah exploration, concept introduction, dan concept application. Joseph Abruscato menggunakan istilah exploration, concept acquisition, dan concept application. Sedangkan Edmund Marek menggunakan istilah exploration, term introduction, dan concept application. Walaupun disebutkan dengan istilah yang berbeda, namun pada dasarnya mempunyai makna yang sama. Bahkan, model siklus belajar yang terdiri dari tiga fase tersebut selanjutnya dikembangkan dan diperinci kembali sehingga muncullah model siklus belajar lima fase (5E) yang meliputi: engagement, exploration, explanation, elaboration, dan evaluation (Dasna, 2004).
Siklus belajar dapat diklasifikasikan menjadi tiga tipe, yaitu 1) deskriptif (descriptive), 2) empiris abduktif (empirical-abductive), dan 3) hipotetis deduktif (hypothetical-deductive). Perbedaan esensial dari ketiga tipe tersebut adalah tingkat kemampuan siswa untuk menjelaskan gejala alam atau mengemukakan dan mengetes berbagai hipotesis (Lawson, 1995: 139). Ketiga tipe siklus belajar tersebut menghadirkan tiga hal penting secara berkesinambungan dari deskripsi sampai percobaan ilmiah. Perbedaan tersebut terletak pada inisiatif siswa, pengetahuan, dan keterampilan berpikir. Kemampuan berpikir siswa pada siklus belajar deskriptif, secara umum hanya terbatas pada pola-pola empiris-induktif, seperti mengurutkan, mengklasifikasi, dan mengkonservasi. Model siklus belajar hipotetis deduktif, menuntut penggunaan pola-pola berpikir tingkat tinggi, seperti mengontrol variabel, berpikir suatu hubungan, dan berpikir hipotetis deduktif. Sedangkan siklus belajar empiris induktif terletak diantara kedua tipe, yaitu ada pola berpikir empiris induktif, dan beberapa lagi melibatkan pola berpikir tingkat tinggi.
Dalam konteks pembelajaran kimia di SMA, penerapan model siklus belajar tipe hipotetis deduktif sangat relevan diterapkan dalam rangka menumbuhkembangkan keterampilan berpikir kritis dan pemahaman konsep siswa. Menurut teori perkembangan kognitif Piaget, bahwa pada umur 11 tahun ke atas merupakan tahap operasi formal (formal operations). Peserta didik di tingkat SMA pada umumnya berusia 15 – 18 tahun sehingga berada pada tahap perkembangan operasi formal. Beberapa ciri pokok pemikiran operasi formal adalah, yaitu pemikirian deduktif hipotetis, induktif saintifik, dan abstraktif reflektif (Suparno, 2001: 89). Dengan demikian penerapan model siklus belajar hipotetis deduktif pada pembelajaran kimia di SMA menjadi sangan relevan dan signifikan.
Siklus belajar hipotetis deduktif menghendaki adanya pengkajian (eksplanasi) beberapa fenomena. Langkah-langkah yang mungkin dilakukan dengan mengkreasi berbagai konsepsi atau miskonsepsi dengan menghasilkan argumentasi, disequilibrium (ketidakseimbangan), dan analisis data untuk memecahkan masalah (konflik). Dengan demikian siklus belajar hipotetis deduktif menghendaki adanya kreasi dan pengujian secara nyata berbagai hipotesis untuk menjelaskan fenomena. Dalam hal ini diharapkan muncul pertanyaan sebab akibat, dan murid-murid harus mengajukan berbagai hipotesis. Selanjutnya, hipotesis ini harus diuji melalui deduksi terhadap konsekuensi prediksi dan percobaan. Hal ini menyebabkan siswa mampu berinisiatif dan terampil berpikir.
Implementasi model siklus belajar hipotetis deduktif dalam konteks pembelajaran di kelas meliputi beberapa tahap, yaitu persiapan, fase eksplorasi, fase pengenalan konsep, dan fase aplikasi konsep. Kegiatan pada tahap persiapan, meliputi 1) guru mengidentifikasi konsep-konsep yang dikaji atau dibahas dan 2) guru mengidentifikasi beberapa fenomena yang terdiri atas pola yang berkaitan dengan konsep-konsep utama. Aktivitas yang terjadi pada fase eksplorasi, meliputi 1) siswa mengeksplorasi fenomena sehingga memunculkan pertanyaan sebab akibat, atau guru mengajukan pertanyaan sebab akibat, 2) melalui diskusi kelas, hipotesis-hipotesis dikaji, dan berkomunikasi antar siswa melalui kerja kelompok untuk menentukan implikasi dan disain percobaan atau pada tahap ini siswa bekerja dalam diskusi kelas, dan 3) Siswa melakukan eksperimen. Kegiatan yang dilakukan pada fase pengenalan konsep adalah membandingkan dan menganalisis data, memperkenalkan konsep, dan menggambarkan kesimpulan. Sedangkan pada fase aplikasi konsep siswa mendiskusikan fenomena yang relevan atau eksplorasi terhadap beberapa konsep lainnya (Lawson, 1995: 141)
Tipe siklus belajar hipotetis deduktif, menghendaki aktivitas dengan pola-pola tingkat tinggi, seperti mengendalikan variabel, penalaran korelasional, dan penalaran hipotesis deduktif. Sintaks model siklus belajar hipotetis deduktif, sebagai berikut:
Persiapan:
Ø Mengidentifikasi konsep-konsep yang dikaji atau dibahas.
Ø Mengidentifikasi beberapa fenomena yang terdiri atas pola yang berkaitan dengan konsep-konsep utama.
Eksplorasi
Ø Mengeksplorasi fenomena sehingga memunculkan pertanyaan sebab akibat, atau guru mengajukan pertanyaan sebab akibat.
Ø Melalui diskusi kelas, hipotesis-hipotesis dikaji, dan berkomunikasi antar siswa melalui kerja kelompok untuk menentukan implikasi dan disain percobaan atau pada tahap ini siswa bekerja dalam diskusi kelas.
Ø Merencanakan serta melakukan eksperimen-eksperimen untuk menguji hipotesis-hipotesis itu
Pengenalan Konsep
Ø Membandingkan dan menganalisis data, memperkenalkan konsep, dan
Ø menggambarkan kesimpulan
Aplikasi Konsep
Ø Mendiskusikan fenomena yang relevan atau eksplorasi terhadap beberapa konsep lainnya
(Lawson, 1995: 141)
Referensi
Dasna, I W., dan Sutrisno. 2004. Pengembangan Bahan Ajar Model Learning Cycle Untuk Pengajaran Kimia di SMA. Makalah. disajikan dalam Konvensi Nasional Pendidikan Indonesia V di Surabaya tanggal 5 – 9 Oktober 2004
Lawson, A. E. 1995. Science Teaching and The Development of Thinking. Belmont, CA: Wadswort
Suparno, P. 2001. Teori Perkembangan Kognitif Jean Piaget. Yogyakarta: Kanisius
Tulisan Lainnya:
Atau di sini:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Komentar Pembaca adalah Kebahagiaan Penulis