Problematika Tes Ulang Guru Bersertifikasi


Tes ulang bagi guru yang sudah bersertifikasi adalah tantangan sekaligus peluang. Mengapa? Karena, melalui tes ulang sertifikasi, guru ditantang untuk menunjukkan kemampuannya, baik dalam penguasaan bahan ajar maupun kemampuan pedagogisnya. Namun, di lain pihak guru berpeluang membangun kepercayaan publik, bahwa program sertifikasi guru relevan dan signifikan meningkatkan kualitas pendidikan nasional. Peluang dan tantangan inilah yang harus dijadikan momentum oleh para guru untuk hadir secara profesional. Lalu, kapan tes ulang bagi guru yang sudah tersertifikasi ini digelar?

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) merencanakan untuk menggelar uji ulang bagi guru yang sudah bersertifikat atau lulus sertifikasi pada Juli 2012 (kompas.com, 04/06/2012). Tujuan dari tes ulang ini, untuk mengetahui ada atau tidaknya peningkatan kualitas guru pascasertifikasi dan untuk membangun kesadaran guru agar selalu meningkatkan diri. Inilah salah satu bentuk intervensi positif pemerintah dalam membangun kesadaran profesional guru. Karena, selama ini idealisme, jiwa kritis, bahkan kejujuran para guru terindikasi mengalami degradasi oleh berbagai implementasi sistem dan kebijakan. Baik dari kebijakan pemerintah pusat, yaitu penerapan ujian nasional dan kelulusan maupun di daerah melalui penerapan otonomi daerah yang rentan oleh pengaruh politik. Oleh karena itu, momentum tes ulang sertifikasi hendaknya disambut positif kalangan guru demi mencerdaskan kehidupan bangsa.

Menurut Kepala Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Pendidik dan Peningkatan Mutu Pendidikan, Kemendikbud, Syawal Gultom, bahwa uji ulang yang pertama ini akan diikuti 1.020.000 guru yang sudah lolos sertifikasi dan menerima tunjangan profesi pendidik. Hal, yang perlu diperhatikan para guru, bahwa  tes ulang ini dirancang secara online untuk yang dapat mengakses internet, dan tertulis untuk yang terkendala jaringan internet. Dengan demikian, hendaknya terbangun kesadaran di kalangan guru bahwa penguasaan teknologi komunikasi dan informasi (TIK) atau komputer dan internet adalah keniscayaan. Saatnya guru era baru hadir dengan paradigma modern berbasis TIK.

Adalah kurang cerdas, mana kala tes ulang ini dipandang sebagai ancaman. Karena roh dari uji ulang ini untuk pembinaan, seperti yang diungkapkan Syawal. Dalam hal ini para guru yang belum memenuhi standar akan dibina dengan berbasis web maupun tatap muka. Guru diberi kesempatan beberapa kali hingga mampu memenuhi standar guru profesional.  Inilah salah satu upaya membangun kesadaran para guru supaya tidak berhenti meningkatkan kualitas pembelajarannya. Jadi, guru-guru tidak terjebak pada sikap pragmatisme dan opurtunisme yang hanya puas dengan kelulusan sertifikasi.

Berkaitan dengan hal itu, pemerintah melalui pemegang kebijakan dalam bidang pendidikan dan yang berkaitan dengan sertifikasi guru, hendaknya tidak mengumandangkan ancaman. Ancaman untuk menunda pembayaran sertifikasi, apalagi ancaman menghentikan pembayaran tunjangan profesi guru bagi yang tidak lulus tes ulang. Jika ini dilakukan, maka patut diduga, akan muncul keresahan dan ketidaknyamanan di kalangan guru dalam melakukan profesi keguruannya. Sehingga, berdampak negatif terhadap pelayanan kepada siswa dalam mencerdaskan kehidupan bangsa. Oleh karena itu, pemerintah harus bijaksana menyikapi fenomena ini, sehingga tidak ada praduga buruk di kalangan guru atau pemerhati pendidikan lainnya.

Hal ini patut diantisipasi oleh pemerintah, karena terdapat beberapa pihak yang mulai menanyakan urgensi tes ulang bagi guru yang sudah bersertifikasi. Salah satu diantranya adalah Sekretaris Jenderal Federasi Serikat Guru Indonesia, Retno Listyarti, yang mempertanyakan pengujian kompetensi guru yang dilaksanakan dengan model ujian pilihan ganda. Pertanyaan ini cukup mendasar, karena hasil tes pilihan ganda bersifat parsial. Cenderung untuk mengukur kemampuan kognitif semata. Padahal kualitas guru sesuai dengan Permen No. 16 tahun 2007, menyebutkan terdapat empat kompetensi guru yaitu kompetensi pedagogik, kepribadian, sosial, dan profesional. Keempat kompetensi tersebut terintegrasi dalam kinerja guru.

Bedasarkan standar kompetensi tersebut, maka tidak tepat jika pengukuran kualitas guru hanya didasarkan pada satu jenis tes saja. Penerapan variasi metode dan jenis tes adalah keniscayaan demi mendapatkan hasil pengukuran yang valid dan reliabel. Dengan demikian sangat beralasan argumen yang meragukan validitas dan relibilitas tes ulang guru yang bersertifikasi jika hanya dilakukan dengan tes pilihan ganda.

Bahkan, Sekretaris Jenderal Federasi Guru Independen Indonesia, Iwan Hermawan mengatakan, uji ulang guru bersertifikat merupakan cermin kegagalan lembaga pendidikan tenaga kependidikan (LPTK) dalam pelaksanaan sertifikasi guru. Kecamanan ini dapat dipahami. Logikanya, manakala LPTK telah menyatakan bahwa guru itu telah lulus sertifikasi, berarti keempat standar kompetensi profesi guru telah terpenuhi. Oleh karena itu pelaksanaan tes ulang guru bersertifikasi patut disinyalir sebagai pemborosan. Menurut Iwan, dana uji ulang guru bersertifikat lebih berguna jika dimanfaatkan untuk peningkatan sumber daya pendidik dengan cara yang lebih baik. Inilah yang patut menjadi pemikiran bersama demi peningkatan kualitas pendidikan nasional.

Tantangan dan peluang, pro dan kontra adalah dinamika dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Berbagai konflik kepentingan niscaya hadir bersamaan dengan munculnya berbagai fenomena. Namun, guru sebagai agen pembaharuan harus selalu siap mengubah setiap perubahan menjadi lebih baik. Guru sebagai pelayan masyarakat, khusunya melayani peserta didik, harus ikhlas mengabdikan kemampuannnya untuk sebesar-besarnya mencerdaskan kehidupan bangsa. Oleh karena itu, sudah saatnya guru dimuliakan dengan cara memuliakan eksistensi keguruan itu sendiri. Tidak ada guru yang memandang sebelah mata setiap perubahan, apalagi perubahan dalam kerangka meningkatkan kualitas guru. Zaman boleh berubah, kepentingan boleh beragam. Tetapi guru harus selalu hadir sebagai penyelamat generasi. Dengan demikian, adalah tindakan yang amat keliru jika ada yang mempolitisasi eksistensi guru atau menggiring guru untuk mendukung kepentingan tertentu. Pendek kata, siapapun mereka harus menyadari dan menghormati, bahwa guru hadir untuk mencerdaskan kehidupan bangsa demi kualitas generasi masa depan. Semoga! (Gede Putra Adnyana, SMAN 2 Busungbiu, Buleleng, Bali).

Artikel Terkait:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Komentar Pembaca adalah Kebahagiaan Penulis