Mencermati Bias Beasiswa Bidik Misi


MEREDUKSI BIAS BIDIK MISI
Oleh: Gede Putra Adnyana

Berbagai permasalahan masih mewarnai dunia pendidikan berkenaan dengan beasiswa Bidik Misi. Beberapa permasalahan itu, diantaranya jumlah pemohon beasiswa sangat banyak melampaui kuota, penerima beasiswa tidak tepat sasaran, pembatalan penerima beasiswa, adanya dugaan KKN, sampai pada ketimpangan animo calon mahasiswa satu perguruan tinggi (PT) dengan PT lainnya. Tentu masih banyak permasalahan yang belum terungkap dan dipublikasikan. Terlepas dari berbagai permasalahan itu, maka yang terpenting dilakukan adalah selalu ada upaya untuk penyempurnaan, bukan saling menyalahkan.
Paling sedikit ada empat langkah utama yang dapat dilakukan untuk mereduksi bias beasiswa Bidik Misi. Pertama, sekolah sebagai garda terdepat dalam perekrutan penerima beasiswa Bidik Misi harus jujur, adil, dan bertanggung jawab. Kejujuran memang barang langka saat ini, tetapi sekolah haruslah sebuah lembaga yang masih memiliki idealisme. Salah satu wujud idealisme itu adalah dengan menghadirkan kejujuran di sekolah. Agar kejujuran itu dapat dipertanggungjawabkan secara hukum, maka setiap kepala sekolah yang mengajukan siswanya sebagai penerima beasiswa Bidik Misi wajib menandatangani surat pernyataan kejujuran dan bersedia dituntut di depan hukum jika ternyata data yang dikirimkan tidak benar. Karena, banyak kasus yang terjadi, bahwa sekolah melalui guru bimbingan dan konseling mengakui telah mengirimkan data yang tidak benar. Dengan adanya surat pernyataan ini maka kepercayaan pemerintah dan lembaga pendidikan tinggi yang berkaitan langsung dengan beasiswa Bidik Misi kepada pihak sekolah dapat dihadirkan. Demikian pula sebaliknya, sekolah tidak gegabah mengirimkan siswa-siswa yang direkomendasikan sebagai penerima beasiswa Bidik Misi. Jika kejujuran, keadilan, keterbukaan, dan tanggung jawab yang tinggi dapat dihadirkan, maka sangat diyakini bias beasiswa Bidik Misi dapat diminimalkan.
Kedua, keputusan terhadap calon penerima beasiswa Bidik Misi lebih tepat ditentukan oleh Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Kementerian Pendidikan Nasional. Karena, dokumen yang dikirimkan sudah dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya. Jika penentuan penerima beasiswa diputuskan oleh perguruan tinggi maka kemungkinan besar ada negosiasi dan lobi-lobi. Artinya, ada konflik kepentingan yang besar sehingga memunculkan adanya KKN. Sangat disadari bahwa penentuan oleh pihak Ditjen Dikti pun tidak luput dari faktor kepentingan. Tetapi, paling tidak dapat mereduksi konflik kepentingan tersebut, karena hubungan antara calon penerima beasiswa Bidik Misi dengan pengambil keputusan relatif jauh sehingga peluang untuk KKN relatif kecil. Muara dari semua ini tiada lain untuk mereduksi bias beasiswa Bidik Misi.
Ketiga, perguruan tinggi negeri/swasta (PTN/PTS) yang berhubungan dengan beasiswa Bidik Misi harus melakukan observasi dan verifikasi. Observasi dapat dilakukan secara random dengan menerjunkan mahasiswa PPL/KKN. Kondisi ini bermanfaat ganda bagi PTN/PTS, di satu pihak menyukseskan program pemerintah untuk memberikan bantuan kepada siswa berprestasi dari keluarga miskin. Di pihak lain memberikan pembelajaran kepada mahasiswa dalam melakukan pelayanan publik. Ketidaktepatan sasaran penerima beasiswa Bidik Misi selama ini terjadi karena PTN/PTS tidak melakukan observasi dan verifikasi terhadap siswa penerima Bidik Misi. Mekanisme ini sekaligus untuk menguji tingkat objektivitas dan kejujuran data yang telah dikirimkan oleh pihak sekolah. Ini fenomena kontrol berkelanjutan dari semua pihak yang terlibat. Jika mekanisme ini dilakukan maka sangat diyakini di tahun-tahun mendatang pelaksanaan program beasiswa Bidik Misi semakin sempurna, tepat guna dan tepat sasaran.
Keempat, pengumumam penerima beasiswa Bidik Misi harus lebih dulu ketimbang kelulusan jalur undangan/SNMPTN. Hal ini penting dilakukan sehingga tidak ada keragu-raguan dan kerugian dari calon mahasiswa. Karena banyak kejadian, PTN/PTS mengumumkan penerima beasiswa Bidik Misi setelah pendaftaran ulang. Serta, banyak kejadian calon mahasiswa setelah mendaftar ulang ternyata dinyatakan tidak sebagai penerima beasiswa Bidik Misi. Kondisi inilah yang akhirnya menyebabkan kekesalan dari sebagian calon mahasiswa yang sangat mengharapkan beasiswa Bidik Misi. Dengan demikian, sangat relevan dan signifikan jika pengumuman bidik misi dilakukan secara nasional pada jadwal yang sama sebelum pengumuman jalur undangan/SNMPTN. Ini adalah bentuk transparansi dan kejujuran dari berbagai pihak untuk menyukseskan dan sekaligus mereduksi bias beasiswa Bidik Misi.
Beasiswa Bidik Misi ternyata sangat banyak diminati oleh calon mahasiswa dari keluarga miskin. Apalagi, sangat disadari bahwa biaya pendidikan tinggi semakin tahun semakin meningkat. Oleh karena itu beasiswa Bidik Misi harus dipertahankan, bahkan kuntitas dan kualitas terus ditingkatkan. Dengan mengimplementasikan keempat mekanisme tersebut, diyakini mampu mereduksi bias beasiswa Bidik Misi. Ujung dari semua ini adalah agar tujuan pendidikan nasional dalam mencerdaskan kehidupan bangsa dapat diwujudnyatakan.


Artikel Terkait:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Komentar Pembaca adalah Kebahagiaan Penulis